BAB 1
PENDAHULUAN
Bank
syariah di Indonesia terhitung masih sangat muda, perkembangannya pun di
Indonesia begitu lambat, sebenarnya pembahasan tentang Bank Syariah sudah
pernah dibahas pada tahun 1980-an, namun realisasinya terjadi pada tahun 1992
yang dilakukan oleh salah satu bank pemerintah, yaitu Bank Muamalat Indonesia,
dengan hukum yang jelas. Pada awalnya perkembangan bank di Indonesia masih
bersifat konvensional dalam artian, belum Memiliki standar dari bank syariah
sendiri, karena bank syariah berbasisi ideologi Islam. Sedangkan bank
konvensional berdasarkan ideologi barat terutama ideologi Amerika dan Eropa.
Pada makalah kali ini saya
tidak akan membahas tentang mengapa bank konvensional Indonesia beralih kepada
bank syariah, tetapi saya
membahas bank syariah secara umum.
Secara
umum ada beberapa karakteristik yang membedakan antara bank syariah dengan bank
konvensional :
1.
Bank syariah tidak menggunakan
bunga, tapi
menggunakan system bagi hasil.
2.
Tidak digunakan untuk usaha yang
haram.
3.
Menerima zakat, infaq dan sadaqah untuk disalurkan kepada
masyarakat yang membutuhkan.
Bank
syariah tidak menggunakan bunga, melainkan menggunakan konsep bagi hasil dimana
jika bank mendapatkan keuntungan maka akan dibagi hasil keuntungan tersebut
dengan para penabung, jika bank rugi maka para penabung pun akan rugi. Bank
syariah juga tidak serta merta meminjamkan sejumlah uangnya kepada masyarakat
secara tunai melainkan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip
penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli (murabahah) dan prinsip sewa
(ijarah).
BAB 2
PEMBAHASAN
- DASAR HUKUM
Undang-Undang
No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan pasal 1 ayat 3 menetapkan bahwa salah satu bentuk usaha bank adalah
menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip
Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain:
1.
Kegiatan usaha dan produk-produk
Bank berdasarkan Prinsip Syariah.
2.
Pembentukan dan tugas Dewan
Pengawas Syariah.
3.
Persyaratan bagi pembukaan kantor
cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional untuk melakukan
kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.
Pasal ini merupakan
revisi terhadap masalah yang sama pada UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
pasal 6 huruf m yang menetapkan bahwa
salah satu bentuk usaha bank umum adalah menyediakan pembiayaan bagi nasabah
berdasarkan prinsi bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Peraturan
Pemerintah. Perubahan tersebut pada dasarnya menyangkut 3 hal, yaitu:
a)
Istilah ‘prinsip bagi hasil’ diganti
dengan ‘prinsip syariah’ meskipun esensinya tidak berubah.
b)
Ketentuan rinci semula ditetapkan
dengan ‘Peraturan Pemerintah’ kemudian diganti dengan ‘ketentuan Bank
Indonesia’ .
c)
UU yang lama hanya menyebutkan
prinsip bagi hasil dalam hal penyediaan dana saja, sedangkan UU yang bar
menyebutkan prinsip bagi hasil dalm hal penyediaan dana dan juga dalam
‘kegiatan lain’ . Kegiatan lain bisa diterjemahkan dalam banyak hal yang
mencakup penghimpunan dan pengunaan dana.
Secara umum dengan diundangkannya UU No.
10 Tahun 1998 tersebut, posisi bagi hasil ataupun bank atas dasar Prinsip
Syariah secara tegas telah diakui oleh Undang-Undang.
Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syariah melalui:
a)
Pendirian Kantor Cabang atau kantor
di bawah kantor cabang baru.
b)
Pengubahan kantor Cabang atau
kantor di bawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional
menjadi kantor yang melakukan kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam rangka
pyersiapan
perubahan kantor Bank tersebut, Kantor Cabang atau atau kantor di bawah kantor
cabang yang seblumnya melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat
membentuk dahulu unit tersendiri yang melaksanakan kegiatan berdasarkan Prinsip
Syariah di dalam kantor Bank tersebut.
Bank
Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang sejak awal kegiatannya berdasarkan
Prinsip Syariah tidak diperkenankan melaksanakan kegiatan secara konvensional.
Demikian juga Bank Perkreditan Rakyat yang melakukan kegiatan secara konvensional
tidak diperkenankan melakukan kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah.
B.
PENGERTIAN
Ditinjau dari segi
imbalan atau jasa atas penggunaan dana, baik simpanan maupun pinjaman, bank
dapat dibedakan menjadi:
a)
Bank Konvensional, yaitu bank yang
dalam aktivitasnya, baik penghimpunan maupn penyaluran dana, memberikan dan
mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam persentase tertentu
dari dana untuk suatau periode tertentu yang biasanya ditetapkan per tahun.
b)
Bank Syariah, yaitu bank yang dalam
aktivitasnya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu
jual beli dan bagi hasil.
Prinsip utama
operasional bank berdasarkan Prinsip Syariah adalah hukum Islam yang bersumber
dari Al Qur’an dan Al Hadist. Kegiatn operasional bank harus memperhatikan
perintah dan larangan kedua sumber tersebut. Larangan terutama berkaitan dengan
kegiatan bank yang dapat diklasifikasikan sebagai riba. Perbedaan utama antara
kegiatan bank berdasarkan prinsip syariah dengan bank konvensional pada dasarnya
terletak pada sistem pemberian imbalan atau jasa atas dana. Dalam menjalankan
operasionalnya, bank berdasarkan Prinsip Syariah tidak menggunakan sistem bunga
dalam menentukan sitem imbalan atas dana yang digunakan atau ditipkan oleh
suatu pihak. Penentuan imbalan terhadap dana yang dipinjamkan maupun dana yang
disimpan di bank didasarkan pada prinsip bagi hasil sesuai dengan hukum Islam.
Perlu diakui bahwa ada sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa sistem bunga
yang ditetapkan oleh bank konvensional merupakan pelanggaran terhadap prinsip
syariah. Dalam hukum Islam, bunga adalah riba dan diharamkan. Ditinjau dari
sisi pelayanan terhadap masyarakat dan pemasaran, adanya bank atas dasar
prinsip Syariah merupakan usaha untuk melayani dan mendayagunakan segmen pasar
perbankan yang tidak setuju atau tidak menyukai sistem bungan.
C. SEJARAH BANK SYARIAH
1. Sejarah
Dunia
Perbankan syariah
pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam, karena adanya
kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan
fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk
sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit
Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat
itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa dengan Mesir. Bank-bank ini, yang
tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada
usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership
dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Masih di negara yang
sama, pada tahun 1971, Nasir Social Bank didirikan dan mendeklarasikan diri
sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak
disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat Islam.
Islamic Development
Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang
tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun bank tersebut adalah bank
antarpemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan
di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit
menyatakan diri berdasar pada syariah Islam.
Di belahan negara lain
pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis Islam kemudian muncul. Di Timur
Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic of Bank (1975), Faisal Islamic of
Sudan (1977), Faisal Islamic of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979).
Di Asia-Pasifik, Philipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit
presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings
Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan
ibadah haji.
2. Sejarah
di Indonesia
Walaupun di Indonesia
masyarakatnya mayoritas Islam, namun belum ada Bank yang tercermin pada
bank-bank Timur Tengah, bank di Indonesia mayoritas Merupakan bank cerminan
barat (Amerika dan Eropa), yang lebih dikenal bank konvensional, dan sebenarnya
kajian tentang perbankan syariah sudah muncul sejak tahun 1980-an namun realisasinya
berdiri tahun 1991 oleh Bank Muamalat Indonesia. Bank ini diprakarsai oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini awalnya
Memiliki landasan hukum yang lemah UU No.7 Tahun 1992 belum dijelaskan tentang
bank syariah, namun setelah terjadi revisi muncul UU No 10 Tahun 1998 dan
dengan revisi UU tersebut maka status bank syariah semakin kuat. Bank Muamalat
Indonesia juga sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 1990-an
sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian
memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat
bangkit dan menghasilkan laba.
Hingga tahun 2007 terdapat
3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank
Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah
memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank di antaranya merupakan bank besar
seperti Bank Negeri Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).
System syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini
telah berkembang 104 BPR Syariah.
Dengan telah
diberlakukannya Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang
terbit tanggal 16 Juli 2008, maka perkembangan industry perbankan syariah
nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong
pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang
impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan asset lebih dari 65% per tahun
dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah
dalam mendukung perekonomian akan semakin signifikan.
D. DEWAN PENGAWAS, DEWAN KOMISARIS,
DAN DIREKSI
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992, dan SK Dir BI No. 32/34/KEP/DIR/
12 Mei 1999 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, kepengurusan Bank Syariah
terdiri dari dewan Komisaris dan Direksi, di samping itu bank wajib memiliki
Dewan Pengawas Syariah yang berkedudukan di kantor pusat bank. Dewan Pengawas
Syariah adalah dewan yang bersifat independen, yang dibentuk oleh Dewan Syariah
Nasional dan ditempatkan pada Bank yang melakukan Kegiatan Usaha Berdasarkan
Prinsip Syariah, dengan tugas yang diatur oleh Dewan Syariah Nasional.
Persyaratan anggota Dewan Pengawas Syariah diatur dan ditetapkan oleh Dewan
Syariah Nasional. Dewan Pengawas Syariah berfungsi mengawasi kegiatan usaha
Bank agar sesuai dengan prinsip syariah. Dalam melaksanakan fungsinya, Dewan
Pengawas Syariah wajib mengikuti fatwa Dewan Syariah Nasional.
Anggota dewan Komisaris dan direksi
wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a)
Tidak termasuk dalam daftar orang
tercela di bidang perbankan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b) Memiliki
kemampuan dalam menjalankan tugasnya
c)
Menurut penilaian Bank Indonesia
yang bersangkutan memiliki integritas yang baik. Integritas yang baik diartikan
sebagai:
Memiliki akhlak dan moral yang baik
Mematuhi perundang-undangan yang berlaku
Memiliki komitmen yang tinggi terhadap
pengembangan operasional bank yang sehat
Dinilai layak dan wajar untuk menjadi
anggota dewan Komisaris dan Direksi Bank
Bank yang sebagian sahamnya dimiliki
oleh pihak asing dapat menempatkan warga negara asing sebagai anggota dewan
Komisaris dan Direksi. Di antara anggota dewan Komisaris dan Direksi Bank,
sekurang-kurangnya terdapat 1 (satu) orang anggota dewan Komisaris dan 1 (satu)
orang anggota direksi berkewarganegaraan Indonesia.
Jumlah anggota dewan Komisaris sekurang-kurangnya
2 (dua) orang. Anggota dewan Komisaris memiliki pengetahuan dan/atau pengalaman
di bidang perbankan. Anggota dewan Komisaris hanya dapat merangkap jabatan:
Sebagai anggota dewan Komisaris
sebanyak-banyaknya pada 1 (satu) bank lain atau Bank Perkreditan Rakyat, atau
Sebagai anggota dewan Komisaris,
Direksi, atau Pejabat Eksekutif yang memerlukan tanggung jawab penuh
sebanyak-banyaknya pada 2 (dua) perusahaan lain bukan bank atau bukan Bank
Perkreditan Rakyat. Pejabat Eksekutif adalah pejabat yang mempunyai pengaruh
terhadap kebijakan perusahaan dan bertanggung jawab langsung kepada Direksi.
Mayoritas anggota dewan Komisaris
dilarang memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua termasuk
suami/istri, menantu, dan par dengan anggota dewan Komisaris lain. Direksi Bank sekurang-kurangnya
berjumlah 3 (tiga) orang. Mayoritas dari anggota direksi wajib berpengalaman
dalam operasional bank sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sebagai Pejabat
Eksekutif pada bank. Anggota Direksi yang belum
berpengalaman wajib mengikuti pelatihan perbankan syariah. Mayoritas anggota Direksi dilarang
memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua termasuk suami/istri,
keponakan, menantu, ipar, dan besan dengan anggota Direksi lain. Anggota
Direksi dilarang merangkap jabatan sebagai anggota dewan Komisaris, Direksi,
atau Pejabat Eksekutif pada lembaga perankan, perusahaan atau lembaga lain. Di
antara anggota-anggota Direksi dilarang secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama memiliki saham melebihi 25% (dua puluh lima per seratus) dari
modal disetor pada suatu perusahaan lain. Di samping itu Direksi Bank juga
dilarang memberikan kuasa kepada pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas
dan wewenang tanpa batas.
Calon anggota dewan
Komisaris atau Direksi wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia sebelum
diangkat dan menduduki jabatannya. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan
wajib disampaikan kepada direksi Bank terhadap Direksi Bank Indonesia sebelum
rapat umum pemegang saham atau rapat anggota yang mengesahkan pengengkatan
dimaksud, disertai dokumen yang diperlukan sesuai ketentuan. Persetujuan tau
penolakan atas permohonan pengangkatan anggota Dewan Komisaris atau Direksi
diberikan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak dokumen permohonan
diterima secara lengkap. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan,
Bank Indonesia melakuakan:
Penelitian atas kelengkapan dan
kebenaran dokumen
Wawancara terhadap calon anggota dewan
Komisaris atau Direksi
Laporan pengangkatan
anggotaa dewan Komisaris atau Direksi wajib disampaikan oleh Direksi Bank
kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah pengangkatan
dimaksud. Disahkan oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai
dengan format yang telah ditentukan, disertai dengan notulen rapat umum
pemegang saham atau notulen rapat anggota.
E.
KEGIATAN
USAHA BANK SYARIAH
- Prinsip Kegiatan Usaha
Berdasarkan
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR 12 Mei 1999 tentang
Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, prinsip kegiatan usaha Bank Syariah adalah:
a.
Hiwalah,
Akad
pemindahan piutang nasabah (Muhil) kepada bank (Muhal’alaih) dari nasabah lain
(Muhal). Muhil meminta muhal’alaih untuk membayarkan terlebih dahulu piutang
yang timbul dari jual beli. Pada saat piutang tersebut jatuh tempo, muhal akan
membayar kepada muhal’alaih. Muhal’alaih memperoleh imbalan sebagai jasa
pemindahan piutang.
b.
Ijarah,
Akad
sewa menyewa barang antara Bank (Muaajir) dengan penyewa (Mustajir). Setelah
masa sewa berakhir barang sewaan dikembalikan kepada muaajir
c.
Ijarah Wa Iqtina
Akad
sewa menyewa barang antara Bank (Muaajir) dengan penyewa (Mustajir) yang
diikuti janji bahwa pada saat yang ditentukan kepemilikan barang sewaan akan
berpindah kepada mustajir.
d.
Istishna
Akad
jual beli barang (Mashnu’) antara pemesan (mustashni’) dengan penerima pesanan
(Shani). Spesifikasi dan harga barang pemesanan disepakati di awal akad dengan
pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan. Apabila bank bertindak
sebagai Shani dan penunjukkan dilakukan kepada pihak lain untuk membuat barang
(Mashnu’) maka hal ini disebut Ishtisna Paralel.
e.
Kafalah
Akad
pemberian jaminan (Makful alaih) yang diberikan satu pihak kepada pihak lain
sebagai pemberi jaminan (Kafiil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali
suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan (Makful).
f.
Mudharabah
Akad
antara pihak pemilik modal (Shahibul Maal) dengan pengelola (Mudharib) untuk
memperoleh pendapatan atau keuntungan.Pendapatan tersebut dibagi berdasarkan nisbah
yang telah disepakati di awal akad. Berdasarkan kewenangan yang diberikan
kepada mudharib, mudharabah dibagi menjadi Mudharabah Mutlaqah dan Mudarrabah
Muqayyadah.
Mudharabah Mutlaqah
Mudharib
diberikan kekuasaan penuh untuk mengelola modal.
Mudharabah Muqayyadah
Shahibul Maal menetapkan syarat tertentu
yang harus dipatuhi mudharib baik mengenai tempat, tunjuan, maupun jenis usaha.
g.
Murabahah
Akad
jual beli antara bank dengan nasabah. Bank memberi barang yang diperlukan
nasabah yang bersangkutan sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang
disepakati.
h.
Musyarakah
Akad
kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk
membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif. Pendapatan atau
keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati.
i.
Qardh
Akad
pinjaman dari bank (Muqtaridh) yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama
sesuai peminjaman. Muqridh dapat meminta jaminan atas pinjaman kepada
Muqtaridh.
j.
Al Qard ul Hasan
Akad
pinjaman dari bank (Muqridh) kepada pihak tertentu (Muqtaridh) untuk tujuan
sosial yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman.
k.
Al Rahn
Akad
penyerahan barang harta (Marhun) dan nasabah (Rahin) kepada bank (Murtahin)
sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang.
l.
Salam
Akad
jual beli barang pesanan (Muslam fiih) antara pembeli (Muslam) dengan penjual
(Muslamilaih) . Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati di awal akad
dan pembayaran dilakukan di muka secara penuh. Apabila bank bertindak sebagai
Muslam dan pemesanan dilakukan kepada pihak lain untuk menyediakan barang (Muslam
fiih) maka hal ini disebut salam paralel.
m.
Sharf
Akad
jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
n.
Ujr
Imbalan
yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan yang dilakukan.
o.
Wadi’ah
Akad penitipan
barang/uang. Wadi’ah terdiri dari Wadi’ah Yad Amanah dan Wadi’ah Yad Dhamanah.
2. Produk
Perbankan Syariah
a. Penghimpun
Dana
1 Giro Syariah
Giro
adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek/ bilyet giro, atau dengan cara pemindahbukuan.
2 Tabungan Syariah
Tabungan
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu
yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro.
3 Deposito Syariah
Deposito
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian antara nasabah dengan bank.
b. Penyaluran
Dana
A.
Akad Mudharabah (bagi hasil)
Penanaman dana dari pemilik modal dengan pengelola
untuk melakukan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil
antara kedua belah pihak berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.
Secara
teknis, mudharabah didefinisikan sebagai akad kerja sama antara dua pihak
dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan 100% modal sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola (mudharib). Apabila dalam usahanya diperoleh
keuntungan (profit) maka keuntungan tadi kemudian dibagi antara shahibul maal
dan mudharib dengan prosentase nisbah atau rasio yang telah disepakati sejak
awal perjanjian/kontrak. Sedangkan apabila usaha tersebut merugi maka kerugian
tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak shahibul maal sepanjang hal itu
disebabkan oleh risiko bisnis (bussiness risk) dan bukan karena kelalaian
mudharib (character risk).
B.
Akad Musyarakah (penyertaan modal)
Transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik
dana atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dnegan
pembagian hasil antara kedua belah pihak berdasarkan perjanjian yang telah
disepakati, jika pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing.
C.
Akad Murabahah (jual beli)
Transaksi jual beli suatu barang sebesar harga
perolehan barang ditambah margin yang disepakati oleh para pihak, dimana pihak
penjual menginformasikan harga perolehan terlebih dahulu kepada pembeli atau
konsumen.
D.
Akad Salam
Transaksi
jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan
pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
E.
Akad Istishna
Transaksi
jual beli dengan cara pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan
kesepakatan.
F.
Akad Ijarah (sewa)
Transaksi sewa menyewa atas suatu barang
atau jasa, antara pemilik dan pemakaian sewa dengan hak pakai untuk mendapatkan
imbalan atas obyek yang disewakan.
Transaksi
terhadap suatu manfa’at tertentu, bersifat mubah dan dapat dimanfa’atkan dengan
imbalan tertentu . Ijarah ditunjukkan untuk manfa’at atau jasa bukan
materi/benda, dapat berupa manfaat/nilai Ijarah “Jasa” (Ijarah ‘ala al ‘amal)
bukan merupakan kewajiban (fardhu ‘ain) seperti shalat, puasa.
c. Pelayanan
Jasa
A.
Letter of credit (L/C) impor syariah
L/C
adalah surat pernyataan akan membayar eksportir yang diterbitkan oleh bank atas
permintaan importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu.
B.
Bank Garansi Syariah
Jaminan
yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima jaminan atas pemenuhan
kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang dijamin kepada pihak ketiga
dimaksud.
C.
Penukaran Valuta Asing (sharf)
Transaksi
penukaran mata uang yang berlain jenis, baik membeli atau mejual kepada
nasabah.
- BENTUK HUKUM DAN PENDIRIAN
1 Bentuk Hukum
Bentuk hukum suatu Bank Berdasarkan
Prinsip Syariah dapat berupa:
a)
Perseroan Terbatas
b)
Koperasi
c)
Perusahaan Daerah
2 Modal
Modal disetor untuk
mendirikan Bank Berdasrkan Prinsip Syariah ditetapkan sekurang-kurangnya
sebesar tiga triliun rupiah. Modal disetor bagi Bank yang berbentuk hukum
koperasi adalah simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur
dalam Undang-undang tentang Perkoperasian. Modal disetor yang berasal dari
warga negara asing dan/atau badan hukum asing setinggi-tingginya sebesar 99%
dari modal disetor bank.
3 Pendirian
Bank
Berdasarkan Prinsip Syariah hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah dangan izin Direksi Bank Indonesia. Bank tersebut
hanya dapat didirikan oleh:
a.
Warga negara Indonesia dan/atau badan
hukum Indonesia
b.
Warga negara indonesia dan/atau badan
hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing secara
kemitraan.
Pemberian izin kegiatan
usaha dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah persetujuan prinsip,
yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian Bank. Permohonan untuk
mendapatkan persetujuan prinsip diajukan sekurang-kurangnya oleh seorang calon
pemilik kepada Direksi Bank Indonesia sesuai dengan format yang telah
ditentukan dan wajib dilampiri dengan:
a. Rancangan
akta pendirian badan hukum, termasuk rancangan anggaran dasar yang
sekurang-kurangnya memuat:
Nama dan tempat kedudukan
Kegiatan usaha sebagai Bank Berdasarkan
Prinsip Syariah
Permodalan
Kepemilikan
Wewenang tanggung jawab dan masa jabatan
dewan Komisaris serta Direksi
Penempatan dan tugas-tugas Dewan
Pengawas Syariah
b. Data
kepemilikan berupa
Daftar calom pemegang saham berikut
rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham bagi Bank yang berbentuk hukum
Perseoan Terbatas/Perusahaan Daerah.
Daftar calon anggota berikut rincian
jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib, serta daftar hibah bagi Bank yang
berbentuk hukum koperasi.
c. Daftar
calon anggota dewan komisaris dan anggota Direksi, disertai dengan:
Fotokopi tanda pengenal dan riwayat
hidup
Surat pernyataan pribadi (personal statement) yang menyatakan
tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang perbankan, keuangangan, dan
usaha lainnya dan/atau tidak pernah dihukum karenna terbukti melakukan tindak
pidana kejahatan.
Surat keterangan atau bukti tertulis
dari bank tempat bekerja sebelumnya mengenai pengalaman operasional di bidang
pperbankan syariah bagi calon Direksi yangg telah berpengalaman.
Surat keterangan dari lembaga pelatihan
mengenai pelatihan perbankan syariah yang pernah diikuti bagi calon Direksi
yang belum berpengalaman.
Surat keterangan dari lembaga pendidikan
mengenai pendidikan perbankan yang pernah diikuti dan/atau bukti tertulis dari
Bank tempat bekerja sebelumnya mengenai pengalaman di bidang perbankan bagi
calon anggota dewan Komisaris
Surat rekomendasi dari Deawan Syariah
Nasional untuk calon anggota Dewan Pengawas Syariah.
d. Rencana
susunan
organisasi.
e. Rencana
kerja untuk tahun pertama yang sekurang-kurangnya memuat:
Hasil penelaahan menganai peluang pasar
dan potensi ekonomi
Rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan
dan dan penyaluran dana serta langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dlam
mewujudkan rencana dimaksud
Rencana kebutuhan pegawai
Proyeksi arus kas bulanan selama dua
belas bulan.
f. Bukti
setoran modal sekurang-kurangnya 30% dari modal disetor minimum dalam bentuk
fotokopi bilyet deposito pada kantor bank yang melakukan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah di Indonesia atas nama “Direksi Bank Indonesia cq.
Salah seorang calon pemilik untuk pendirian Bank yang bersangkutan”, dengan
mencantumkan keterangan bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah
mendapat persetujuan tertulis dari Direksi Bank Indonesia.
g. Surat
pernyataan dari calon pemegang saham bagi Bank untuk hukum Perseroan
Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari calon anggota bagi Bank yang berbentuk
hukum Koperasi bahwa setoran modal tidak berasal dari:
Pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam
bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain di Indonesia.
Sumber dana yang diharamkan menurut
Prinsip Syariah.
h. Daftar
calon pemegang saham atau daftar calon anggota:
Dalam hal perorangan wajib dilampiri
dokumen:
ü Fotokopi
tanda pengenal dan riwayat hidup
ü Surat
pernyataan pribadi (personal statement)
yang menyatakan tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang perbankan,
keuangangan, dan usaha lainnya dan/atau tidak pernah dihukum karenna terbukti
melakukan tindak pidana kejahatan.
Dalam hal badan hukum wajib dilampiri:
ü Akta
pendirian badan hukum
ü Dokumen
dari seluruh dewan Komisaris dan Direksi badan hukum yang bersangkutan.
ü Rekomendasi
dari instansi berwenang di negara asal bagi badan hukum asing.
ü Daftar
pemegang saham berikut rician
kepemilikan saham bagi badan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah, atau
daftar anggota berikut rincian jumlah simpanan poko dan simpanan wajib, serta
hibah bagi badan hukum Koperasi
ü Laporan
keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan posisi paling lama enam
bulan sebelum tanggal pengajuan permohonan persetujuan prinsip
Persetujuan atau penolakan atas
permohonan persetujuan prinsip diberikan selambat-lambatnya enam puluh hari
setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. Persetujuan prinsip berlaku
untuk jangka waktu 360 (tiga ratus enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
persetujuan prinsip dikeluarkan dan pihak yang mendapat persetujuan prinsip
dilarang melakukan kegiatan usaha sebelum mendapat izin usaha
Tahap
kedua adalah izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan
usaha Bank setelah persiapan dilakukan. Permohonan untuk mendapat izin usaha
Direksi Bank Berdasarkan Prinsip Syariah kepada Direksi Bank Indonesia sesuai
dengan format yang telah ditentukan dan wajib dilampiri dengan:
Akta pendirian badan hukum
Daftar kepemilikan berupa daftar
pemegang saham bagi Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah dan daftar anggota
bagi Koperasi
Daftar susunan dewan Komisaris dan
Direksi
Susunan organisai serta sistem dan
prosedur kerja
Bukti pelunasan modal disetor minimum
dalam bentuk fotokpoi bilyet deposito
Surat pernyataan bagi pemegang saham
bahwa modal disetor tidak berasal dari pinjaman dan sesuai dengan Prinsip
Syariah.
Surat pernyataan tidak merangkap jabatan
melebihi ketentuan bagi angoota Dewan Komisaris dan Direksi.
Surat pernyataan dari anggota direksi
bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai hubungan keluarga sesuai ketentuan.
Surat pernyataan dari anggota direksi
bahwa yang bersangkutan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama tidak
memiliki saham melebii 25% dari modal disetor pada suatu perusahaan lain.
Bank
berdasarkan Prinsip Syariah yang telah mendapat izin usaha dari Direksi Bank
Indonesia wajib melakukan kegiatan usaha selambat-lambatnya 60 hari setelah
tanggal izin usaha dikeluarkan, Laporan pelaksanaan disampaikan kepada Bank
Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal dimulainya kegiatan
operasional. Bank yan telah mendapat izin usaha wajib mencantumkan kata
“Syariah” sesudah kata “Bank” pada penulisan namanya.
BAB
3
KESIMPULAN
DAN SARAN
1.
Kesimpulan
Setelah beberapa
pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Perbankan syariah menjadi salah satu
alternatif aktivitas keuangan di Indonesia. Dengan prinsip syariah yang
berlandaskan Al Qur’an dan Al Hadist, Bank Syariah dapat dijadikan salah satu
lembaga penunjang aktivitas keuangan di Indonesia.
2.
Dengan adanya Bank Syariah, maka umat
Islam yang mengharamkan riba memiliki alternatif untuk menginvestasikan dan
meminjam uang secara halal.
3.
Perbankan syariah memberikan warna baru
dalam perkembangan perbankan di Indonesia, disebabkan oleh sitem dan prinsipnya
yang berbeda dengan Bank Konvensional yang telah lebih dulu muncul di Indonesia.
2. Saran
Agar Perbankan Syariah yang memiliki potensi besar ini
harus dimanfaatkan pemerintah sebagai lembaga intermediasi keuangan di
Indonesia untuk menumbuhkan perekonomian dan juga masyarakat seharusnya
menjadikan Bank Syariah
sebagai partner dalam aktivitas keuangannya karena memiliki banyak keunggulan
bila dibandingkan Bank Konvensional.
DAFTAR
PUSTAKA
Syariah, Direktorat Perbankan. 2012. Outlook Perbankan Syariah 2012,
Jakarta: Bank Indonesia
Budi Santoso, A.
Totok,dkk. (2000). Bank & Lembaga
Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat.
No comments:
Post a Comment