BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank adalah bagian dari sistem
keuangan dan sistem pembayaran suatu negara. Bahkan pada era
globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari system keuangan dan
sistem pembayaran dunia. Mengingat hal yang demikian itu, maka begitu suatu bank
telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter dari negara yang bersangkutan, bank
tersebut menjadi "milik" masyarakat. Oleh karena itu eksistensinya
bukan saja hanya harus dijaga oleh para pemilik bank itu sendiri dan pengurusnya,
tetapi juga oleh masyarakat nasional dan global.
Kepentingan masyarakat untuk menjaga
eksistensi suatu bank menjadi sangat penting,
lebih-lebih bila diingat bahwa ambruknya suatu bank akan mempunyai akibat rantai atau domino effect, yaitu
menular kepada bank-bank yang lain, yang pada gilirannya tidak mustahil dapat sangat mengganggu fungsi sistem
keuangan dan system pembayaran
dari negara yang bersangkutan.
Untuk menjaga agar
bank tetap eksis dalam dunia perekonomian global maka bank perlu dinilai secara
rutin yang disebut dengan penilaian kesehatan bank untuk mengetahui kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan
secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan
cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Kesehatan bank mencakup
kesehatan suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usah perbankan, baik dari kemampuan
menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendiri, mengelola dana, menyalurkan dana ke masyarakat, karyawan, pemilik
modal, dan pihak lain, pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.
Bank juga merupakan suatu lembaga keuangan yang
eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan dari para nasabahnya yang
mempercayakan dana simpanan mereka pada bank. Oleh karena itu bank sangat berkepentingan agar kadar
kepercayaan masyarakat, yang telah
maupun yang akan menyimpan dananya, terpelihara dengan baik dalam tingkat yang tinggi. Mengingat bank adalah
bagian dari sistem keuangan dan system pembayaran, yang masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari
sistem-sistem tersebut, sedangkan
kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, maka
terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga kepentingan masyarakat banyak. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar
kepercayaan masyarakat kepada bank adalah terjamin atau tidaknya rahasia
nasabah yang ada di bank. Data nasabah yang berada di bank, baik data keuangan
maupun non keuangan, seringkali merupakan suatu data yang ingin diketahui oleh
pihak lain. Jumlah kekayaan yang tersimpan di bank bagi nasabah tertentu
merupakan sesuatu yang perlu dirahasiakan dari orang lain.
B. Rumusan Masalah
- Apa yang Dimaksud dengan Kesehatan Bank?
- Bagaimana Aturan Kesehatan Bank?
- Apa Saja yang Melanggar Aturan Kesehatan Bank?
- Apa yang Dimaksud dengan Kerahasiaan Bank?
- Apa Tujuan Penerapan dari Rahasia Bank?
- Apa Dasar Hukum Rahasia bank?
- Apa Saja Pengecualian Terhadap Rahasia Bank yang Boleh Dibuka?
C. Tujuan
- Mengetahui Apa yang Dimaksud dengan Kesehatan Bank.
- Mengetahui Bagaimana Aturan Kesehatan Bank.
- Mengetahui Apa Saja yang Melanggar Aturan kesehatan Bank.
- Mengetahui Apa yang Dimaksud dengan Kerahasiaan Bank.
- Mengetahui Apa Tujuan Penerapan dari Rahasia Bank.
- Mengetahui Apa Dasar Hukum Rahasia bank.
- Mengetahui Apa Saja Pengecualian Terhadap Rahasia Bank yang Boleh Dibuka.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesehatan Bank
1.
Pengertian
Kesehatanan bank diartikan sebagai kemampuan suatu bank
untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi
semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan
perbankan yang berlaku. Pengertian tentang kesehatan bank tersebut merupakan
suatu batasan yang sangat luas, karena kesehatan bank memang mencakup kesehatan
suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usah perbankannya. Kegiatan
tersebut mencakup :
a.
Kemampuan menghimpun dana dari
masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendir.
b.
Kemampuan mengelola dana.
c.
Kemampuan untuk menyalurkan
dana ke masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain.
d.
Pemenuhan peraturan perbankan
yang berlaku.
2.
Aturan Kesehatan Bank
Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pembinaan dan
pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Undang-undang tersebut lebih
lanjut menetapkan bahwa :
a.
Bank wajib memelihara tingkat
kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas
manajemen, likuditas, rentabilitas, dan aspek-aspek lain yang berhubungan
dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip
kehati-hatian.
b.
Dalam memberikan kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya,
bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah
yang mempercayakan dananya kepada bank.
c.
Bank wajib menyampaikan kepada
Bank Indonesia segala keterangan, dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata
cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d.
Bank atas permintaan Bank
Indonesia wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas
yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka
memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang
dilaporkan oleh bank yang bersangkutan.
e.
Bank Indonesia melakukan
pemeriksaan terhaap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila
diperlukan.
f.
Bank wajib menyampaikan kepada
Bank Indonesia neraca, perhitungan laba rugi tahunan dan penjelasannya, serta
laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
g.
Bank wajib mengumumkan neraca
perhitungan neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Sesuai Lampiran dari Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP Tanggal 31 Mei 2004 kepada semua bank umum yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional perihal setiap penilaian
tingkat kesehatan bank umum. Penilaian tingkat kesehatan bank mencakup
penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS, yang terdiri dari :
a.
Faktor Permodalan (Capital), terdiri dari :
1)
Kecukupan pemenuhan KPMM
terhadap ketentuan yang berlaku, dengan membagi modal dan aktiva tertimbang
menurut risiko (ATMR).
2)
Komposisi permodalan.
3)
Tren ke depan/proyeksi KPMM.
Tren rasio KPMM dan atau persentase pertumbuhan modal dibandingkan dengan
persentase pertumbuhan ATMR.
4)
Aktiva Produktif yang
Diklasifikasikan (APYD) dibandingan dengan modal bank. Ditentukan dengan
membagi APYD dengan Modal Bank.
5)
Kemampuan bank memelihara
kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan).
6)
Rencana permodalan untuk
mendukung pertumbuhan usaha.
7)
Akses kepada sumber permodalan.
Indikator pendukung seperti Laba per saham atau rasio harga terhadap saham dan
tingkat pemesanan saham.
8)
Kinerja keuangan pemegang saham
(PS) untuk meningkatkan permodalan bank. Indikator pendukung seperti kondisi
keuangan PS, usaha utama PS dan catatan reputasi PS.
b.
Faktor Kualitas Aset (Asset Quality), terdiri dari :
1)
Aktiva Produktif yang
Diklasifikasikan dibanding dengan total aktiva produktif.
2)
Debitor inti kredit di luar
pihak terkait dibandingkan dengan total kredit.
3)
Perkembangan Aktiva Produktif
bermasalah dibanding dengan aktiva produktif.
4)
Tingkat kecukupan pembentukan
PPAP. Membandingkan PPAP yang telah dibentuk dengan PPAP yang wajib dibentuk.
5)
Kecukupan kebijakan dan
prosedur Aktiva Produktif. Indikator pendukung seperti keterlibatan pengurus
bank dalam menyusun dan menetapkan kebijakan Aktiva Produktif serta memonitor
pelaksanaan; konsistensi kebijakan dengan pelaksanaan, tujuan, dan strategi
usaha bank.
6)
Sistem kaji ulang internal terhadap
Aktiva Produktif. Indikator seperti kaji ulang independen, ketaatan terhadap
peraturan internal dan eksternal, dan proses keputusan manajemen.
7)
Dokumentasi Aktiva Produktif.
Indikator pendukung seperti kelengkapan dokumen dan kemudahan penelusuran jejak
audit, sistem penatausahaan dokumen, serta back
up dan penyimpanan dokumen.
8)
Kinerja penanganan Aktiva
Produktif bermasalah. Indikator seperti kualitas penanganan Aktiva Produktif
bermasalah.
c.
Faktor Manajemen (Management), terdiri dari :
1)
Manajemen Umum. Indikator
pendukung seperti praktik tata kelola perusahaan yang baik (good coporate governance/GCG), struktur
dan komposisi pengurus bank, penanganan pertentangan kepentingan, independensi
pengurus bank, kemampuan untuk membatasi/mencegah penurunan kualitas GCG,
transparansi informasi dan edukasi nasabah, serta efektivitas kinerja fungsi
komite.
2)
Penerapan sistem manajemen
risiko. Indikator pendukung seperti penerapan sistem manajemen risiko nilai
berdasarkan empat cakupan, yaitu :
a)
pengawasan aktif dewan
komisaris dan direksi,
b)
kecukupan kebijakan, prosedur,
dan penetapan limit,
c)
kecukupan proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko serta sistem informasi
manajemen risiko,
d)
sistem pengendalian internal
menyeluruh.
3)
Kepatuhan Bank. Indikator
pendukung seperti Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan kepatuhan terhadap
komitmen dan ketentuan lainnya.
d.
Faktor Rentabilitas (Earning), terdiri dari :
1)
Pengembalian atas Aset (Return
on Asset-ROA)
2)
Pengembalian atas Ekuitas
(Return on Equity-ROE)
3)
Margin bunga bersih
4)
Biaya Operasional dibanding
dengan Pendapatan Operasional.
5)
Perkembangan laba operasional
6)
Komposisi portofolio Aktiva
Produktif dan diversifikasi pendapatan
7)
Penerapan prinsip akuntansi
dalam pengakuan pendapatan dan biaya
8)
Prospek laba operasional
e.
Faktor Likuiditas (Liquidity), terdiri dari :
1)
Aktiva likuid yang kurang dari
1 bulan dibanding dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan
2)
1-Month Maturity Mismatch Ratio. Dengan
formula Selisih Aktiva dan Pasiva yang akan jatuh tempo 1 bulan terhadap Pasiva
yang akan jatuh tempo 1 bulan.
3)
Kredit terhadap Dana Pihak
Ketiga (Loan to Deposits Ratio-LDR)
4)
Proyeksi arus kas 3 bulan
mendatang. Dengan formula membandingkan Arus Kas Bersih dengan Dana Pihak
Ketiga.
5)
Ketergantungan pada dana
antarbank dan deposan inti.
6)
Kebijakan dan penelolaan
likuiditas.
7)
Kemampuan bank memperoleh akses
kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya.
8)
Stabilitas Dana Pihak Ketiga
(DPK). Indikator pendukung seperti pertumbuhan DPK dan Pertumbuhan deposan
inti.
f.
Faktor Sensitivitas terhadap
Risiko Pasar (Sensitivity to Market Risk),
terdiri dari :
1)
Modal atau cadangan yang
dibentuk untuk mengatasi fluktuasi suku bunga dibanding dengan potensi kerugian
suku bunga.
2)
Modal/cadangan untuk fluktuasi
nilai tukar debandingkan dengan potensi kerugian nilai tukar.
3)
Kecukupan penerapan Sistem
Manajemen Risiko Pasar (Market Risk).
3.
Pelanggaran Aturan Kesehatan
Bank
Apabila terdapat penyimpangan
terhadap aturan tentang kesehatan bank, Bank Indonesia dapat mengambil tindakan-tindakan
tertentu dengan tujuan agar bank yang bersangkutan menjadi sehat dan tidak
membahayakan kinerja perbankan secara umum. Berdasarkan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan
kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar :
a.
Pemegang saham menambah modal.
b.
Pemegang saham mengganti dewan
komisaris dan atau direksi bank.
c.
Bank melakukan merger atau konsolidasi
dengan bank lain.
d.
Bank dijual kepada pembeli yang
bersedia mengambil alis seluruh kewajiban.
e.
Bank menyerahkan pengelolaan
seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain.
f.
Bank menjual sebagian atau
seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada bank atau pihak lain.
B. Rahasia Bank
- Pasal 1 angka 16 UU No. 7 thn 1992 ttg Perbankan:
” Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan, dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman
dunia perbankan wajib dirahasiakan”.
- Pasal 1 angka 28 UU No. 10 thn 1998
” Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dangan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.”
Ketentuan Rahasia Bank
- Ketentuan Rahasia Bank dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan diatur dlm Pasal 40 s.d Pasal 45.
- Menurut UU No. 10 tahun 1998, ketentuan rahasia bank mengalami perubahan dan penambahan. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya kecuali dlm hal sebagaimana dimaksud dlm Pasal 41, 41A,42, 43, 44 dan 44A.
1.
Tujuan Penerapan
Dasar dari kegiatan perbankan adalah kepercayaan. Tanpa
adanya kepercayaan dari masyarakat terhadap perbankan dan juga sebaliknya maka
kegiatan perbankan tidak akan dapat berjalan dengan baik.
Ada
beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank.
Faktor-faktor tersebut adalah:
a.
Integritas pengurus
b.
Pengetahuan dan
Kemampuan pengurus baik berupa pengetahuan kemampuan manajerial maupun
pengetahuan dan kemampuan teknis perbankan
c.
Kesehatan bank yang
bersangkutan
d.
Kepatuhan bank terhadap
kewajiban rahasia bank.
Sebagaimana
dikemukakan di atas, salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar
kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya
ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Maksudnya adalah
menyangkut "dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya pada
bank tersebut untuk tidak mengungkapkan simpanan nasabah identitas nasabah
tersebut kepada pihak lain". Dengan kata lain, tergantung kepada kemampuan bank itu
untuk menjunjung tinggi dan mematuhi dengan teguh "rahasia bank". Data nasabah yang berada di bank, baik data keuangan
maupun non keuangan, seringkali merupakan suatu data yang ingin diketahui oleh
pihak lain. Jumlah kekayaan yang tersimpan di bank bagi nasabah tertentu
merupakan sesuatu yang perlu dirahasiakan dari orang lain. Biodata bagi nasabah
tertentu merupakan data yang harus dirahasiakan. Sebagian nasabah juga
menginginkan agar pinjamannnya dari bank dirahasiakan kepada orang lain. Bila
kerahasiaan data nasabah tidak dapat dijamin oleh bank, maka nasabah akan
merasa enggan untuk berhubungan dengan bank. Dalam usaha mewujudkan terjaminnya
rahasia tertentu dari nasabah yang berada di bank, maka ketentuan tentang
rahasia bank dicantumkan dalam undang-undang perbankan.
2.
Dasar Hukum
a. Undang-undang no 7 tahun 1992 tentang perbankan
telah mencantumkan aturan tentang rahasia bank dalam bab 1 pasal 1 butir 16 dan
bab VII pasal 40, 41, 42,43,44,45 dan bab VII pasal 47. Definisi rahasia bank
adalah “ segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari
nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan”.
Definisi tersebut merupakan suatu
batasan yang sangat luas dan cenderung kurang jelas mengenai rahasai bank.
Pembatasan didasarkan pada istilah “menurut kelaziman dunia perbankan” sehingga
batasannya sangat tergantunga pada interpretasi dari istilah “kelaziman”.
Interpretasi satu orang dengan orang lain mungkin berbeda. Secara umum batasan
tersebut juga dapat diartikan bahwa rahasia bank mencakup data milik nasabah
deposan maupun nasabah debitor.
Perkembangan dunia perbankan sejak
ditetapkannnya undang-undang no7 tahun 1992 sampai dengan tahun 1998
menunjukkan bahwa bank sering kali mengalami kesulitan untuk menyelesaikan
kredit bermasalah karena terbentur aturan tentang rahasia bank. Berdasarkan
pertimbangan tersebut dan untuk memberikan batasan yang lebih jelas terhadap
rahasia bank, maka undang-undang diperbaharui dengan undang-undang nomor 10
tahun 1998.
b. Aturan mengenai rahasia bank ini kemudian di ubah
seperti tercantum dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan
atas undang-undang no 7 tahun 1992. Mengubah pengertian rahasia bank dalam
pasal 1 butir 1 menjadi: “segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan
mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”.
Undang-undang ini membatasi rahasia bank hanya
pada nasabah deposan atau penyimpan dana. Perubahan ini membawa 2 (dua) macam
konsekuensi. Pertama, perubahan tersebut menyebabkan peningkatan posisi bank
dalam berhubungan dengan debitornya, karena data nasabah peminjam dana tidak
termasuk dalam pengertian rahasia bank. Manfaat ini akan dirasakan oleh bank
terutama untuk menyelesaikan kredit-kredit bermasalah. Kedua, perubahan ini
sedikit banyak akan menurunkan motivasi calon debitor untuk memperoleh bantuan
dana pinjaman dari bank, karena kerahasiaan datanya tidak termasuk dalam
pengertian rahasia bank. Di samping dua konsekuensi tersebut, masih terdapat
satu permasalahan yang akan muncul pada saat penentuan suatu data termasuk
rahasia bank atau bukan. Nasabah debitor biasanya juga sekaligus sebagai
nasabah penyimpan dana, sehingga penentuan suatu data nasabah tergolong data
nasabah penyimpan atau nasabah peminjam merupakan sesuatu yang tidak mudah.
Masalah tersbut sebenarnya ssudah berusaha diantisipasi melalui penjelasan
pasal 40 undang-undang Nomor 10 tahun 1998.
c. Penjelasan pasal 40 undang-undang Nomor 10 tahun
1998. Penjelasan pasal 40 adalah “ apabila nasabah bank adalah nasabah
penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitor, bank wajib tetap
merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah
penyimpan. Keterangan mengenai nasabah selain sebagai nasabah penyimpan, bukan
merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank.
Secara lebih rinci
Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 dan undang-undang Nomor 10 tahun 1998 mengatur
rahasia bank sebagai berikut:
a.
Rahasia bank adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan
dan simpanannya.
b.
Bank wajib
merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpananannya.
c.
Ketentuan tresebut
berlaku pula bagi pihak terafiliasi
d.
Pihak terafiliasi
adalah:
1)
Anggota dewan
komisaris, pengawas, direksi, atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank.
2)
Anggota pengurus,
pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank, khusus bagi
bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3)
Pihak yang
memberikan jasanya kepada bank, antara lain, akuntan publik, penilai, konsultan
hukum, dan konsultan lainnya.
4)
Pihak yang menurut
penilaian BI turut mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain, pemegang saham
dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi,
keluarga pengurus.
3.
Pengecualian Terhadap Rahasia Bank
Dalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan
unang-unang, data nasabah di bank dapat saja tidak harus dirahasiakan lagi.
Pengecualian terhadap rahasia bank tersebut meliputi:
1)
Kepentingan
perpajakan
Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan menteri Keuangan
berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan
dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan
keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Perintah tertulis
tersebut harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nasabah wajib pajak yang
dikehendaki keterangannya, dan pihak wajib memberikan keterangan yang diminta.
2)
Penyelesaian
piutang bank yang diserahkan ke BUPLN atau PUPN
Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ panitia Urusan Piutang Negara untuk
memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitor, dan pihak
bank wajib memberikan keterangan yang diminta. Izin sebagaimana dimaksud di
atas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Ketua Panitia Urusan Piutang Negara.
Permintaan tertulis tersebut di atas harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat
Badan Urusan piutang dan Lelang negara/ Panitia Urusan Piutang Negara, nama
nasabah debitor yang bersangkutan, dan alasan diperlukanya keterangan.
3)
Kepentingan
peradilan dalam perkara pidana
Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada
polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai
simoanan tersangka atau terdakwa pada bank, dan pihak bank wajib memberikan
keterangan yang diminta. Izin sebagaimana dimaksud di atas diberikan secara
tertulis atas permintaan tertulis dari kepala kepolisian Republik Indonesia,
Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. Pemberian izin oleh Bank Indonesia
harus dilakukan selambat-lambatnya 14 hari setelah dokumen permintaan diterima
secara lengkap. Permintaan tertulis tersebut harus menyebut nama dan jabatan
polis, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, serta alasan
diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan
keterangan yang diperlukan.
4)
Perkara perdata
antara bank dengan nasabahnya
Direksi bank bersangkutan dapat menginformasikan kepada
pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah bersangkutan dan memberikan
keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Dalam situassi ini bank
dapat menginformasikan keadaan keuangan nasabah yang dalam perkara serta
keterangan yang berkaitan dengan perkara tersebut, tanpa izin dari pimpina Bank
Indonesia.
5)
Tukar-menukar
informasi antar bank
Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan
nasabahnya kepada bank lain. Tukar-menukar informasi antarbank dimaksudkan
untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna
mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank
yang lain. Dengan demikian bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi,
sebelum melakukan transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain. Dalam
ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain
diatur mengenai tata cara penyimpanan dan permintaan informasi serta bentuk dan
jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara
garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuknya debitor
yang bersangkutan dalam daftar kredit macet. Ketentuan mengenai tukar menukar
informasi tersebut diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.
6)
Atas permintaan,
persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis
Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpaan nasabah
penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah
penyimpan tersebut atas dasar permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah
penyimpan yang dibuat secara tertulis.
7)
Dalam hal nasabah
penyimpan telah meninggal dunia
Apabila nasabah penyimpan telah meninggal dunia, maka ahli waris yang sah
dari nasabah penyimpan yang bersangkutan barhak memperoleh keterangan mengenai
simpanan nasabah penyimpan tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1.
Kesehatanan bank diartikan
sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan
secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan
cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.
2.
Penilaian tingkat kesehatan
bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS, yang terdiri dari :
a.
Faktor Permodalan (Capital).
b.
Faktor Kualitas Aset (Asset Quality).
c.
Faktor Manajemen (Management).
d.
Faktor Rentabilitas (Earning).
e.
Faktor Likuiditas (Liquidity).
f.
Faktor Sensitivitas terhadap
Risiko Pasar (Sensitivity to Market Risk).
g.
Kecukupan penerapan Sistem
Manajemen Risiko Pasar (Market Risk).
3.
” Rahasia bank adalah segala
sesuatu yang
berhubungan dangan keterangan mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya.” Namun
ketika nasabah juga sebagai peminjam maka rahasia tetap akan terjamin oleh
bank.
4.
Dasar hukum
yang mengatur rahasia bank adalah:
a.
Pasal 1 angka 16 UU No. 7 thn
1992 ttg Perbankan
b.
Pasal 1 angka 28 UU No. 10 thn
1998
5.
Pengecualian
kerahasiaan Bank
a.
Urusan perpajakan
b.
Penyelesaian
piutang bank yang diserahkan ke BUPLN atau PUPN
c.
Kepentingan
peradilan dalam perkara pidana
d.
Perkara perdata
antara bank dengan nasabahnya
e.
Tukar-menukar
informasi antar bank
f.
Atas permintaan,
persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis
g.
Dalam hal nasabah
penyimpan telah meninggal dunia
DAFTAR PUSTAKA
Budisantoso, Totok dan Sigit
Triandaru. 2006. Bank dan Lembaga
Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat.
http://kuliahade.wordpress.com/2010/06/27/hukum-perbankan-rahasia-bank/
No comments:
Post a Comment