Thursday 26 March 2015

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

Oleh
Heru Kuswanto, SH., MH[1]


ABSTRAK
Pencucian uang atau money laundry adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Guna mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang maka menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang di bentuklah Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan yang selanjutnya disebut PPATK. Lembaga ini merupakan lembaga independen yang memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas tindakan-tindakan yang dicurigai berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang.
Kata Kunci: Pencucian Uang, Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan


PENDAHULUAN
Latar belakang
Sejak pemerintah mengeluarkan aturan dalam bidang ekonomi salah satunya Undang Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,maka sejak itu pula dunia perbankan mengalami perkembangan yang pesat. Persyaratan yang mudah menyebabkan setiap orang bisa mendirikan perbankan. Dampak dari aturan dalam bidang perbankan di samping memberikan keuntungan/kebaikan terdapat pula dampak negatif yaitu perkembangan kejahatan ekonomi khususnya kejahatan perbankan,baik bank sebagai korban maupun bank sebagai pelaku.
Terdapat perbedaan penggunaan istilah misalnya kejahatan di bidang perbankan,kejahatan perbankan, kejahatan terhadap perbankan dan tindak pidana perbankan. Kejahatan perbankan bisa diartikan sebagai tindak pidana di bidang perbankan yang dalam pengertian ini mencangkup segala perbuatan yang melanggar hukum yang ada kaitannya dengan bisnis perbankan. Dalam pengertian ini pula tercakup bank sebagai pelaku dan sebagai korban . Terhadap istilah seperti ini,banyak orang yang tidak sependapat.Sebagian orang berpendapat sebagai kejahatan di bidang perbankan, kejahatan perbankan, kejahatan terhadap perbankan dan tindak pidana perbankan.
Moch Anwar dalam bukunya “ Tindak Pidana bidang perbankan “ merumuskan tindak pidana perbankan sebagai segala jenis perbuatan melangggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam menjalankan usaha bank.[2] Rumusan seperti ini menurut penulis kurang komprehennsif,karena masih banyak kegiatan-kegiatan perbankan yang tidak ter-cover. Oleh karena itu,hendaknya rumusan tindak pidana perbankan harus luwes yaitu segala perbuatan yang bertentangan dengan aturan perundang-undangan dan kebiasaan-kebiasaan yang berhubungan dengan dunia perbankan. Tindak pidana di bidang perbankan adalah segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan dalam menjalankan usaha bank, baik bank sebagai sasaran maupun bank sebagai sarana. Sedangkan tindak pidana perbankan merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh bank.[3]
Kejahatan di bidang perbankan adalah kejahatan apapun yang menyangkut perbankan.Misalnya pencucian uang yang selanjutnya disebut money laundering, seseorang merampok bank adalah kejahatan di bidang perbankan, jadi pengertiannya sangat luas. Sedangkan kejahatan perbankan adalah bentuk perbuatan yang telah diciptakan oleh undang-undang perbankan yang merupakan larangan dan keharusan,misalnya larangan mendirikan bank gelap dan pembocoran rahasia bank.
Perbedaan istilah ini menyebabkan/berpengaruh terhadap penegakan hukum, kejahatan perbankan akan ditindak melalui ketentuan pidana, sedangkan kejahatan di bidang perbankan ditindak melalui undang-undang di luar undang- undang perbankan. Secara sederhana bisa dirumuskan bahwa tindak pidana perbankan adalah jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan menjalankan usaha bank,baik baik sebagai sasaran maupun bank sebgai sarana,sedangkan tindak pidana perbankan merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh bank.
Kecermatan menentukan suatu perbuatan merupakan tindak pidana perbankan atau tindak pidana di bidang perbankan perlu dilakukan.Hal ini mengingat dalam proses/hukum acara  terjadi perbedaan antara satu dengan yang lainnya.
            Kegiatan pencucian uang hampir selalu melibatkan perbankan karena adanya globalisasi perbankan sehingga melalui sistem pembayaran terutama yang bersifat elektronik (electronic funds transfer), dana hasil kejahatan yang pada umumnya dalam jumlah besar akan mengalir atau bahkan bergerak melampaui batas negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan. Demikian pula tidak hanya aspek hukum yang terkait dari kejahatan ini, tetapi juga aspek non hukum lainnya seperti ekonomi, politik, dan sosial budaya
            Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan perseorangan maupun perusahaan dalam batas wilayah negara maupun melintasi batas wilayah negara lain semakin meningkat. Kejahatan dimaksud berupa perdagangan minuman keras, judi, perdagangan gelap senjata, korupsi, penyelundupan. Agar tidak mudah dilacak oleh penegak hukum mengenai asal-usul dana kejahatan tsb, maka pelakunya tidak langsung menggunakan dana dimaksud tapi diupayakan untuk menyamarkan/menyembunyikan asal usul dana tersebut dengan cara tradisional, misalnya melalui kasino, pacuan kuda atau memasukkan dana tersebut ke dalam sistem keuangan atau perbankan. Upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul dana yang diperoleh dari tindak pidana dimaksud dikenal dengan money laundering
            Saat ini pelaku tindak kejahatan mempunyai banyak pilihan mengenai di mana dan bagaimana mereka menginginkan uang hasil kejahatan menjadi kelihatan ‘bersih’ dan ‘sah menurut hukum’. Perkembangan teknologi perbankan internasional yang telah memberikan jalan bagi tumbuhnya jaringan perbankan lokal/regional menjadi suatu lembaga keuangan global telah memberikan kesempatan kepada pelaku money laundering untuk memanfaatkan jaringan layanan tersebut yang berdampak uang hasil transaksi ilegal menjadi legal dalam dunia bisnis di pasar keuangan internasional. Saat ini kegiatan pencucian uang telah melewati batas juridiksi yang menawarkan tingkat kerahasiaan yang tinggi atau menggunakan bermacam mekanisme keuangan dimana uang dapat ‘bergerak’ melalui bank, money transmitters, kegiatan usaha bahkan dapat dikirim ke luar negeri sehingga menjadi clean-laundered money.
Kejahatan  money laundering  tidak hanya merupakan permasalahan di bidang penegakan hukum, namun juga menyangkut ancaman keamanan nasional dan internasional suatu negar. Sehubungan dengan hal tersebut upaya untuk mencegah dan memberantas praktik pemutihan uang telah menjadi perhatian internasional yang antara lain dilakukan dengan melakukan kerjasama bilateral maupun multilateral 

Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian tindak pencucian uang menurut UU 25 tahun 2003 ?
2.      Apa upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pencucian uang menurut UU 25 tahun 2003 ?

Metode Penulisan
a.    Pendekatan masalah
Penulisan ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif, yang dilakukan dengan mengindentifikasi permasalahan yang menjadi pokok bahasan kemudian dikaji berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan menggunakan bahan hukum
b.    Sumber bahan hukum
 (1) Bahan hukum primer  :
Bahan hukum yang bersifat mengikat berupa peraturan perundang- undangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahannya yang dibahas yang meliputi antara lain :
                  i.        Undang - Undang No.1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang - Undang Hukum Pidana;
                ii.        Undang - Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang ;
               iii.        Undang - Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan ;
               iv.        Undang – Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
                v.        Undang – Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ;
 (2) Bahan hukum sekunder
Bahan hukum yang sifatnya menjelaskan bahan hukum primer , dalam hal ini bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang berupa buku-buku literature , catatan kuliah , karya ilmiah dan berbagai artikel-artikel yang berkaitan dengan permasalahan diatas baik yang dimuat di media cetak maupun di situs-situs yang menampilkan penulisan hukum pidana dan/ atau tentang perbankan khususnya kejahatan pencucian uang dalam perbankan


PEMBAHASAN

A. TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
1. .Pengertian tindak pidana pencucian uang
Istilah pencucian uang atau money laudering telah di kenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat,yaitu ketika Mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu strateginya .Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau Laundromat yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat ,yaitu ketika Mafia membeli perusahaan pencucian pakaian ini perkembang maju,dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti dari cabang usaha lainnya ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini,seperti uang hasil minuman keras illegal,hasil perjudian dan hasil usaha pelacuran.[4] Pada tahun 1980-an uang hasil kejahatan semakin berkembang,dengan berkembangnya bisnis haram seperti perdagangan narkotik dan obat bius yang mencapai miliarab rupiah sehingga kemudian muncul istilah narco dollar,yang berasal dari uang haram perdagangan narkotika.[5]
Kejahatan pencucian uang ( money laundering ) belakangan ini makin mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan, yang bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga meregional dan mengglobal melalui kerja sama antar negara-negara. Gerakan ini terpicu oleh kenyataan di mana kini semakin maraknya kejahatan money laundering dari waktu ke waktu, sementara kebenyakan negara belum menetapkan sistem hukumnya untuk memerangi atau menetapkannya sebagai kejahatan yang harus diberantas. Sebegitu besarnya dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap perekonomian suatu negara, sehingga negara-negara di dunia dan organisasi internasional merasa tergugah dan termotivasi untuk menarik perhatian yang lebih serius terhadap pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang. Hal ini didorong karena kejahatan money laundering mempengaruhi sistem perekonomian khususnya menimbilkan dampak negatif baik secara langsung maupun tidak langsung.
Yang dimaksud dengan pencucian uang atau money laundering di Indonesia, menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang memberikan definisi pencucian uang dalam Pasal 1 angka 1 yang berbunyi sebagai berikut:
“Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut dicurigai merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sehinnga seolah-olah menjadi Harta Kekayaan yang sah.”
Terdapat beberapa pengertian money laundering adalah Black’s Law Dictionary mengartikan money laundering sebagai:
“Term used to describe investment or other transfer of money flowing from racketeering, drug transaction, and other illegal sources into legitimate channels so that its original source cannot be traced (istilah yang digunakan untuk menggambarkan investasi atau pengalihan bentuk uang mengalir pemerasan, transaksi narkoba, dan salah satu sumber yang ilegal ke saluran sah sehingga sumber aslinya tidak dapat ditelusuri[6]”.
            Konvensi PBB Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perdagangan Illegal Narkotika, Obat- obatan Berbahaya dan Psikotropika Tahun 1988 (the United Nations Convention Against Illicit Trafic in Narcotics, Drugs and Psychotropic Substances of 1988) mengartikan money laundering adalah “The convertion or transfer of property, knowing that such property is derived from any serious (indictable) offence or offences, or from act of participation in such offence or offences, for the purpose of concealing or disguising the illicit of the property or of assisting any person who is involved in the commission of such an offence or offences to evade the legal consequences of his action; or The concealment or disguise of the true nature, source, location, disposition, movement, rights with respect to, or ownership of property, knowing that such property is derived from a serious (indictable) offence or offences or from an act of participation in such an offence or offences.“( Konversi atau pengalihan harta, mengetahui bahwa kekayaan tersebut berasal dari serius (dpt dituduh) pelanggaran atau pelanggaran, atau dari tindakan partisipasi dalam tindak pidana atau pelanggaran, untuk tujuan menyembunyikan atau menyamarkan kekayaan yang tidak sah atau membantu apapun orang yang terlibat dalam komisi seperti suatu pelanggaran atau pelanggaran untuk menghindari konsekuensi hukum dari tindakannya, atau penyembunyian atau penyamaran yang sifat benar, sumber, lokasi, sifat, gerakan, hak-hak yang berkaitan dengan, atau kepemilikan properti, mengetahui bahwa kekayaan tersebut berasal dari seorang yang serius (dpt dituduh) pelanggaran atau pelanggaran atau dari suatu tindakan seperti partisipasi dalam suatu tindak pidana atau pelanggaran.)
            Pengertian money laundering telah banyak dikemukakan oleh para ahli hukum. Menurut Welling, money laundering adalah:
“money laundering is the process by wich one counceals the existence, illegal source, or illegal applicaton of income, and tahan disguises that income to make it appear legitimate (pencucian uang adalah proses yang satu counceals keberadaan, sumber ilegal, atau ilegal applicaton pendapatan, dan tahan penyamaran bahwa pendapatan untuk membuatnya tampak sah)”.
Pamela H. Bucy dalam bukunya yang berjudul White Collar Crime: Cases and Marerial, definisi money laundering diberikan sebagai berikut:
“money laundering is the concealment of existence, nature of illegal source of illicit fund in such a manner that the funds will appear legitimate if discovered 14 (pencucian uang adalah penyembunyian keberadaan, sifat ilegal sumber dana ilegal sedemikian rupa sehingga dana akan muncul sah jika ditemukan)”
Dari beberapa definisi penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan pencucian uang, dapat disimpulkan bahwa pencucian uang adalah kegiatan-kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seorang atau organisasi kejahatan terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak kejahatan, dengan maksud menyembunyikan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak kejahatan dengan cara terutama memasukkan uang tersebut ke dalam system keuangan (financial system) sehingga apabila uang tersebut kemudian dikeluarkan dari system keuangan itu, maka uang tersebut telah berubah menjadi sah.
Secara umum pencucian uang merupakan metode untuk menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi kejahatan, kejatan ekonomi, korupsi, perdagangan narkotik, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivitas kejahan. Pencucian uang pada intinya melibatkan aset (pendapatan/kekayaan) yang disamarkan sehinga dapat dipergunakan tanpa terdeteksi bahwa asset tersebut berasal dari kegiatan yang legal. Melalui money laundering pendapatan atau kekayaan yang berasal dari kegiatan yang melawan hukum diubah menjadi aset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah/legal.
Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian tindak pidana pencucian uang diperluas tidak hanya kepada para pelaku langsung, tetapi juga mencakup pihak-pihak yang membantu terjadinya kejahatan pencucian uang. Masuk dalam kategori ini misalnya seseorang yang membantu orang lain untuk menyembunyikan sebuah rumah yang diketahuinya atau patut diketahuinya dibeli dengan menggunakan uang hasil korupsi, Undang-undang No. 15 Tahun 2002 di dalam Pasal 3 ayat (2) bahkan memasukkan unsur percobaan, pembantuan, atau permufakatan melakukan tindak pidana pencucian uang sebagai tindak pidana yang diancam pidana penjara dan pidana denda.
            Sebagaimana diketahui, pemanfaatan bank dalam kejahatan pencucian uang dapat berupa:
a. menyimpan uang hasil tindak pidana dengan nama palsu;
b. menyimpan uang di bank dalam bentuk deposito/tabunganlrekening/giro;
c. menukar pecahan uang hasil kejahatan dengan pecahan lainnya yang lebih besar atau kecil;
d. bank yang bersangkutan dapat diminta untuk memberikan kredit kepada nasabah pemilik simpanan dengan jaminan uang yang disimpan pada bank yang bersangkutan;
e. menggunakan fasilitas transfer atau EFT (Electronic Fund Transfer);
f. melakukan transaksi ekspor impor fiktif dengan menggunakan sarana Lie dengan memalsukan dokumen-dokumen yang dilakukan bekerja sarna dengan oknum pejabat terkait; dan
g. pendirian/pemanfaatan bank gelap

B.Proses Pencucian uang ( Money Laundryng )
Namun demikian, non-bank financial institution juga merupakan target yang tak kalah menarik bagi para pelaku pencucian uang. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir para pelaku pencucian uang telah membuat langkah terobosan dengan mempergunakan lembaga keuangan non bank sebagai sarana pencucian uang. Placement merupakan metode yang paling banyak digunakan oleh para pelaku dalam hubungan dengan lembaga keuangan non bank. Perusahaan asuransi misalnya dapat dimanfaatkan melalui pembelian asuransi jiwa yang merupakan suatu tahapan melakukan placement dan sekaligus memuat unsur layering dan integration. Pengiriman uang melalui perusahaan pengiriman uang (money transfer), placement pada lembaga pembiayaan dan venture capital serta pelunasan pinjaman pada perusahaan sewa guna usaha (leasing) merupakan modus-modus yang dapat digunakan oleh para pelaku pencucian uang dengan menggunakan non-bank financial institution.
            Secara sederhana, proses pencucian uang dapat dikelompokkan pada tiga kegiatan, yakni placement, layering dan integration
a.    Tahap placement
Tahap ini merupakan menempatakan dana yang dihasilkan dari suatu aktivitas kriminal,misalnya dengan mendepositkan uang kotor tersebut ke dalam sistem keuangan.sejumlah uang yang ditempatkan dalam suatu bank,akan kemudian uang tersebut masuk ke dalam system keuangan negara yang bersangkutan.Jadi misalnya melalui penyeludupan,ada penempatan dari uang tunai dari suatu negara ke negara lain,menggabungkan antara uang tunai yang bersifat illegal itu dengan uang yang diperoleh secara legal.Variasi lain dengan menempatakan uang giral ke dalam deposito bank,ke dalam saham,mengkonversi dan menstranfer ke dalam valuta asing. Bentuk kegiatan ini antara lain sebagai berikut :
1.    Menempatkan dana pada bank.
2.    Menyetorkan uang pada bank pada bank sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkan audit trail.
3.    Menyeludupkan uang tunai dari suatu negara ke negara lain.
4.    Membiayai suatu usaha yang seolah-olah sah sehingga mengubah kas menjadi kredit pembiayaan.
5.    Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan pribadi,membelikan hadiah yang nilainya tinggi / mahal sebagai penghargaan / hadiah kepada pihak lain yang pembayarannya dilakukan melalui bank atau perusahaaan jasa keuangan lain.
b.    Tahap layering
Tahap kedua ini ialah dengan cara pelapisan(layering). Berbagai cara dapat dilakukan melalui tahap pelapisan ini yang tujuannya menghilangkan jejak,baik cirri-ciri aslinya atau asal usul dari uang tersebut.Misalnya melakukan transfer dana dari beberapa rekening ke lokasi lainnya atau dari suatu negara ke negara lain dan dapat dilakukan beberapa kali,memecah-mecah jumlah dananya di bank dengan maksud mengaburkan asal usulnya,menstranfer dalam bentuk valuta asing,membeli saham,melakukan transaksi derivative,dan lain-lain.Seringkali pula terjadi bahwa si penyimpan dana tersebut bukan justru si pemilik sebenarnya dan si penyimpan dana itu sudah merupakan lapis-lapis yang jauh,karena sudah diupayakan berkali-kali simpan menyimpan sebelumnya.
Bisa juga cara ini di lakukan misalnya si pemilik uang kotor meminta kredit di bank dan dengan uang kotornya dipakai untuk membiayai suatu kegiatan usaha secara legal.Dengan melakukan cara seperti ini,maka kelihatannya bahwa kegiatan usahanya yang secara legal tersebut tidak merupakan hasil dari uang kotor itu melainkan dari perolehan kredit bank tadi.
Bentuk kegiatan ini antara lain ;
1.    Transfer dana dari suatu bank ke bank lain
2.    Penggunaan simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung transaksi yang sah
3.    Memindahkan uang tunai lintas batas Negara melalui jaringan kegiatan usaha yang sah.
c.    Tahap integration
Tahap ini merupakan tahap menyatukan kembali uang-uang kotor tersebut setelah melalui tahap-tahap placement atau layering di atas,yang untuk selanjutnya uang tersebut dipergunakan dalam berbagai kegiatan-kegiatan legal.Dengan cara ini akan tampak bahwa aktivitas yang dilakukan sekarang tidak berkaitan dengan kegiatan-kegiatan illegal sebelumnya,dan tahap inilah kemudian uang kotor itu tercuci.
Dalam Undang - Undang TPPU pengertian tindak pidana pencucian uang diatur dalam pasal 3 dan pasal 6.Pasal3 menyebutkan, bahwa barang siapa yang dengan sengaja menempatkan, mentransfer, membayarkan atau membelanjakan,menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, menyembunyikan asal-usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama lima belas tahun dan denda. paling sedikit lima miliar rupiah dan paling banyak lima belas miliar rupiah.Sementara itu Pasal 6 Undang-undang yang sarna mengatur, bahwa setiap orang yang menerima atau menguasai:penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan dan penukaran harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana dengan dengan hukuman yang sarna seperti diatur dalam Pasal 3.

B. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
1. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Menurut Undang- Undang no.25 tahun 2003
            Guna mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang maka menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang selanjutnya disebut TPPU di bentuklah Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan yang selanjutnya disebut PPATK. Lembaga ini merupakan lembaga independen yang memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas tindakan-tindakan yang dicurigai berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau The Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) dibentuk dengan kewenangan untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan pencucian uang sekaligus membangun rezim anti pencucian uang di Indonesia.[7]
            Dengan ini maka pemberantasan tindak pidana sudah beralih orientasinya dari “menindak pelakunya” kearah menyita “hasil tindak pidana”; Dengan dinyatakan money laundering sebagai tindak pidana dan dengan adanya sistem pelaporan transaksi dalam jumlah tertentu dan transaksi yang mencurigakan, maka hal ini lebih memudahkan bagi para penegak hukum untuk menyelidiki kasus pidana sampai kepada tokoh­-tokoh yang ada dibelakangnya.[8]
            Menurut Pasal 26 Undang-Undang No.25 Tahun 2003,fungsi Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disebut PPATK mempunyai tugas  sebagai berikut :
a.    Mengumpulkan , menyimpan , menganalisis , mengevaluasi,informasi yang diperoleh PPATK sesuai dengan dengan Undang – Undang ini;
b.    Memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh Penyedia Jasa keuangan;
c.    Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan transaksi keuangan mencurigakan;
d.    memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh PPATK sesuai dengan ketentuan dalam Undang – Undang ini;
e.    membuat pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa keuangan tentang kewajibannya yang ditentukannya dalam Undang – Undang ini atau dengan peraturan perundang- undangan lain,dan membantu dalam mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan;
f.     memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya – upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
g.    melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada Kepolisian dan Kejaksaan;
h.    membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 ( enam ) bulan sekali kepada Presiden,Dewan perwakilan rakyat,lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan;
i.      memberikan informasi kepada public tentang kinerja kelembagaan sepanjang pemberian informasi tersebut tidak bertentangan dengan Undang – undang ini.
Wewenang PPATK, yaitu: Meminta dan menerima laporan dari Penyedia Jasa Keuangan; Meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan oleh penyidik atau penuntut umum; Melakukan audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan mengenai kepatuhan, kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan; Memberikan pengecualian kewajiban pelaporanmengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai. Pesatnya kemajuan teknologi dan arus globalisasi di sektor perbankan membuat industri ini menjadi lahan empuk bagi para pelaku kejahatan pencucian uang. Pelaku kejahatan dapat memanfaatkan bank untuk kegiatan pencucian uang.
 Sesuai Pasal 26 Undang – Undang TPPU, tugas PPATK antara lain: mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi yang diperoleh, membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan, memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi lain yang berwenang mengenai informasi yang diperoleh sesaui ketentuan Undang - Undang, memberikan rekomendasi kepada Pemerintah sehubungan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, melaporkan hasil analisis terhadap transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada Kepolisian untuk kepentingan penyidikan dan Kejaksaan untuk kepentingan penuntutan dan pengawasan, membuat dan menyampaikan laporan mengenai analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala kepada Presiden, DPR dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan bagi Penyedia  Jasa Keuangan yang selanjutnya disebut PJK.
Sedangkan kewenangan PPATK sesuai Pasal 27 antara lain: meminta dan menerima laporan dari PJK, meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pencuian uang yang telah dilaporkan kepada penyidik atau penunut umum.
Dari tugas dan kewenangan yang diamanatkan oleh Undang – Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, maka PPATK setidaknya memiliki 5 fungsi yaitu intelijen keuangan, regulator, koordinator, mediator dan pembantuan dalam penegakan hukum sebagai berikut :
a.  PPATK sebagai intelijen keuangan.
Sebagai intelijen keuangan, PPATK melakukan kegiatan :
1)    Pengumpulan data (Data Collection) yaitu  pengumpulan berbagai informasi dari segala sumber baik dari aparat penegak hukum, PJK maupun individual, seperti : laporan yang diwajibkan oleh UU TPPU kepada PJK dan Ditjend Bea dan Cukai; informasi dari regulator; hasil penyelidikan dan penyidikan pihak Kepolisian; informasi dari kantor imigrasi; dan hasil permintaan informasi dari pihak lain.
2)    Evaluasi data (data evaluation) yaitu melakukan penyaringan data atau informasi yang diterimaagar proses analisis dapat dilakukan dengan lebih  baik dan pada gilirannya dapat dihasilkan suatu kesimpulan yang relatif tepat.
3)    Penyimpanan (collation) yaitu kegiatan penyimpanan secara aman dan rapi terhadap informasi benar-benar relevan melalui system peng-index-an dan cross referenced.
4)     Analysis adalah proses penggabungan dan pengkajian atas semua informasi yang dimiliki sehingga nantinya dapat membentuk suatu pola atau arti tersendiri. Berdasarkan pola tersebut dapat dibuat suatu hipotesa atau beberapa hipotesa yang tentunya masih perlu dilakukan pengujian atas hipotesa tersebut. Dalam melakukan kegiatan analisis ini, dapat digunakan suatu analytical tools & techniques seperti link charting, event charting, flow charting,  activity charting, dan data correlation
5)    Dissemination of Intelligence yaitu penyampaian hasil analisis (kesimpulan / ramalan / perkiraan) yang didapat dari ke-empat proses di atas kepada pihak-pihak yang membutuhkan seperti aparat penegak hukum, regulator atau pihak lainnya. Penyampaian informasi intelijen kepada pihak lain harus memperhatikan ketentuan “3 C’s” yaitu clear, concise and clock. Berkaitan dengan tugas ini, PPATK telah menyerahkan  411 kasus ke penegak hukum (406 kasus ke Polri, 5 kasus ke Kejaksaan).
6)    Re-evaluation adalah proses review yang dilakukan secara berkesinambungan atas seluruh proses intelijen yang dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi setiap kelemahan/kekurangan yang ada dalam setiap tahapan proses intelijen. Dengan demikian  kelemahan yang ada tersebut dapat segera ditanggulangi.
b.  PPATK dalam kewenangan mengeluarkan pengaturan.untuk membantu PJK dalam mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan dan melaporkannya kepada PPATK, PPATK telah menerbitkan Keputusan Kepala PPATK yang berisi pedoman bagi penyedia jasa keuangan. No. 2/4/KEP.PPATK/2003 Tentang Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Penyedia Jasa Keuangan, tanggal 15 Oktober 2003. Pedoman ini berlaku bagi PJK berbentuk bank umum, Bank Perkreditan Rakyat, perusahaan efek, pengelola reksa dana, bank kustodian, perusahaan perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan. Pedoman ini dikeluarkan dalam rangka memberikan pemahaman dan acuan kepada PJK tentang bagaimana melakukan identifikasi transaksi keuangan mencurigakan dengan tepat, untuk menghasilkan laporan LTKM yang berkualitas.
    PPATK juga telah mengeluarkan Keputusan Kepala PPATK No. 2/6/KEP.PPATK/2003 Tentang Pedoman Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Penyedia Jasa Keuangan, tanggal 15 Oktober 2003. Pedoman ini berlaku bagi PJK bank umum, BPR, perusahaan efek, pengelola reksa dana, bank kustodian, perusahaan perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan. Pedoman ini diperlukan agar penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan oleh PJK dapat dilakukan secara tepat, benar dan dapat dipertanggungjawabkan, mengingat laporan tersebut merupakan salah satu sumber informasi utama yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas PPATK.
    Kedua pedoman di atas melengkapi Keputusan Kepala PPATK No. 2/1/KEP.PPATK/2003 Tentang Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Bagi Penyedia Jasa Keuangan, tanggal 9 Mei 2003, yang berlaku bagi seluruh PJK. Tujuan pedoman umum ini adalah untuk memberikan gambaran umum mengenai rezim anti pencucian uang yang dapat digunakan sebagai acuan  bagi PJK untuk membantu mendeteksi kegiatan pencucian uang.
    Selain itu juga untuk memberikan pemahaman yang sama kepada setiap PJK atau pihak lain yang terkait dalam penanganan tindak pidana pencucian uang. Di samping itu, ketentuan lain yang telah dikeluarkan oleh PPATK, yaitu :
-   Keputusan Kepala PPATK No. 2/5/KEP.PPATK/2003 tentang Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi PJK (Pedoman III)
-    Keputusan Kepala PPATK No. 2/5/KEP.PPATK/2003 tentang Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi PJK (Pedoman III)
-    Keputusan Kepala PPATK No. 2/7/KEP.PPATK/2003 tentang Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi PVA dan UJPU (Pedoman IIIA)
-     Keputusan Kepala PPATK No. 3/1/KEP.PPATK/2004 tentang Pedoman Laporan Transaksi Tunai dan Tata Cara Pelaporannya Bagi PJK (Pedoman IV)
-     Keputusan Kepala PPATK No. 3/9/KEP.PPATK/2004 tentang Transaksi Keuangan Tunai Yang Dikecualikan Dari Kewajiban Laporan.
c. Mediator antara sektor lembaga keuangan dan penegakan hukum.
d. Pembantuan (assistancy) dalam penegakan hukum
PPATK senantiasa memberikan bantuan dalam upaya penegakan hukum terkait dengan tindak pidana berdimensi ekonomi melalui pemberian informasi transaksi keuangan. Di samping itu, PPATK sering pula dimintai keterangannya sebagai ahli dalam kasus tindak pidana pencucian uang.
e.  Pengawasan kepatuhan
Dalam rangka meningkatkan efektifitas pelaksanaan pelaporan, sejak Juli 2005  sd. Juni 2006 telah dilakukan audit kepada 28 kantor bank di beberapa daerah seperti Jakarta, Surabaya, Lampung, Mataram, Kupang, Medan, Palembang, Manado, Padang, Makasar, Ambon, Balikpapan, dan Pontianak. Audit juga dilakukan terhadap 23 Penyedia Jasa Keuangan berbentuk non-bank.
B.Penegakan hukum tindak pidana pencucian uang
Undang – Undang tindak pidana pecucian uang menetapkan perbuatan-perbuatan yang tergolong tindak pidana pencucian uang adalah
a.    Perbuatan yang dengan sengaja menempatkan, mentransfer, membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (Pasal 3 ayat 1)
b.    Perbuatan percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang (Pasal 3 ayat 2).
c.    Perbuatan menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (Pasal 6 ayat 1).Tindak pidana lainnya yang berkaitan dengan pencucian uang dengan pemberian sanksi pidana dalam UU TPPU adalah :
1.    Penyedia Jasa Keuangan yang dengan sengaja tidak menyampaikan laporan yang diwajibkan dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp1.000 juta (Pasal 8).
2.    Setiap orang yang tidak melaporkan pembawaan uang tunai dalam rupiah sejumlah Rp100 juta atau lebih atau mata uang asing yang nilainya setara yang dibawa ke dalam atau ke luar wilayah negara Republik Indonesia (Pasal 9).
3.    PPATK, penyidik, saksi, penuntut umum, hakim atau orang lain yang terkait dengan perkara tindak pidana pencucian uang yang sedang diperiksa, melanggar larangan menyebut identitas pelapor (Pasal 10).
4.    Direksi, pejabat, atau pegawai penyedia jasa keuangan yang memberitahukan kepada pengguna jasa keuangan atau orang lain baik langsung atau tidak langsung mengenai laporan transaksi keuangan mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK, dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 5 tahun serta denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp1.000 juta (Pasal 17A)
5.    Pejabat atau pegawai PPATK atau penyelidik/penyidik, penuntut umum, hakim dan siapapun juga yang membocorkan informasi yang diwajibkan oleh UU TPPU karena melaksanakan tugasnya, apabila sengaja dipidana penjaran 5 sampai dengan 15 tahun dan jika tidak sengaja dipidana penjara 1 sampai dengan 3 tahun (Pasal 10A).
Undang – Undang tindak pidana pencucian uang telah mengatur adanya perlindungan bagi perusahaan jasa keuangan.perlindungan tersebut adalah :
1)    Perusahaan jasa keuangan tidak terkena sanksi rahasia bank (Pasal 47 ayat 2 UU Perbankan) dalam hal :
a.    Melaksanaan kewajiban pelaporan kepada PPATK sebagaimana  diatur dalam Pasal 13 (Pasal 14)
b.    Memberikan informasi dan segala keterangan kepada PPATK dlm rangka audit (Pasal 27 ayat 3)
c.      Memberikan keterangan rahasia bank kepada penyidik, penuntut umum dan hakim  (Pasal 33 ayat 2)
2)    Perusahaan Jasa Keuangan, pejabat, serta pegawainya tidak dapat dituntut baik secara perdata dan pidana atas pelaksanaan kewajiban pelaporan (Pasal 15 dan Pasal 43)
3)    Pihak pelapor diberikan perlindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan atau hartanya termasuk keluarganya (Pasal 40 ayat 1)
4)    Dalam praktek, perlindungan bisa berasal dari Perusahaan Jasa Keuangan itu sendiri terkait dengan pembocoran informasi atas laporan transaksi keuangan mencurigakan yang sedang disusun atau sudah dilaporkan kepada PPATK ( Pasal 17A). Di samping itu, untuk memberikan perlindungan (back up) sehingga nasabah terlapor tidak mengetahui bahwa transaksinya telah dilaporkan kepada PPATK adalah terdapat ketentuan bahwa pejabat atau pegawai PPATK, Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim wajib merahasiakan dokumen dan keterangan yang diperoleh (Pasal 10A ayat 1), sumber keterangan dan laporan transaksi keuangan wajib dirahasiakan dalam persidangan (Pasal 10 A ayat 2) dan kewajiban bagi hakim untuk mengingatkan kepada semua pihak agar tidak mengungkap identitas pelapor (Pasal 41). Lebih dari itu, perlindungan juga bisa muncul karena proses penegakan hokum pencucian itu sendiri, yaitu bahwa laporan transaksi keuangan yang disampaikan perusahaan jasa keuangan, oleh PPATK tidak diteruskan kepada siapapun, Berita Acara pemeriksaan oleh penyidik atas dugaan tindak pidana pencucian uang atas dasar temuan penyidik yang bersangkutan (bukan atas dasar hasil analisis PPATK atau laporan perusahaan jasa keuangan), dan pada umumnya, kasus pencucian uang melibatkan beberapa perusahaan jasa keuangan dan lembaga lain baik di dalam maupun di luar negeri           
Untuk lebih menguatkan upaya perlindungan di atas, Kapolri telah mengeluarkan peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Kapolri No.Pol.: 17 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemberian Perlindungan Khusus Terhadap Pelapor dan Saksi Dalam TPPU. Dalam ketentuan ini, antara lain diatur bahwa pemberi Perlindungan Khusus  adalah Aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia, sedangkan pemohon/penerima Perlindungan Khusus : Pelapor, Saksi, PPATK, Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim. Lebih lanjut dijelaskan bahwa : Pelapor adalah : (a) Reporting Parties/Pihak Pelapor/PJK dan (b) setiap orang yang melaporkan dugaan terjadinya TPPU; saksi adalah orang yg memberi keterangan dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang perkara TPPU yg didengar, dilihat dan atau dialami sendiri; dan Keluarga adalah keluarga inti (suami/istri dan anak dari pelapor dan saksi). Sedangka yang dilindungi adalah : keamanan pribadi dari ancaman fisik atau mental; harta benda; perahasiaan dan penyamaran identitas; dan pemberian keterangan tanpa bertatap muka (konfrontasi) dengan tersangka atau terdakwa. 

PENUTUP
A. Kesimpulan
1.    Pencucian uang atau money laundry adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
2.    Guna mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang maka menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang selanjutnya disebut TPPU di bentuklah Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan yang selanjutnya disebut PPATK. Lembaga ini merupakan lembaga independen yang memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas tindakan-tindakan yang dicurigai berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang.
B. Saran
1.    Upaya pencegahan dilakukan baik di tiap negara ( secara domestik ) maupun secara internasional. Namun inti dari langkah pencegahan baik secara domestik dan internasional adalah sama, yaitu memperketat aliran dana yang masuk maupun keluar dari suatu negara. Seperti yang dilakukan bank yang mulai memperketat asal usul dana yang akan di simpan oleh nasabah. Selain itu, dengan adanya United Nations Convention AgainstIllicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances atau yang lebih dikenal UN Drugs Convention, diharapkan dapat meningkatkan kerjasama antar negara dan meningkatkan komitmen untuk memberantas money laundry.
2.    Upaya untuk mencegah terjadinya pencucian uang di Indonesia, dibutuhkan partisipasi dan dukungan masyarakat. Sekalipun ada ketentuan tentang anti pencucian uang, tidak ada yang perlu dikhawatirkan untuk menyimpan uang di bank. Jika uang Anda bersih, kenapa harus risih?



DAFTAR BACAAN
Adrian Sutedi,Hukum Perbankan,Sinar Grafika,Jakarta.2006.
Henry Campbell Black, Black's Law Dictionary (Sixth Edition), St. Paul Minn. West
Undang - Undang No.1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang - Undang Hukum Pidana;
Undang - Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang ;
Undang - Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan ;
Undang – Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Undang – Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
www.google.com/pengertian tindak pidana perbankan
www.google.com/perbedaan tindak pidana di bidang perbankan dengan tindak pidana perbankan/rizal saputra/
Publishing Co., 1990, www.google.com/Pengertian PPATK/yeti ganarsih/17 juli 2010
www.kompas.com



[1] Dosen Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya
[2] www.google.com/pengertian tindak pidana perbankan
[3] www.google.com/perbedaan tindak pidana di bidang perbankan dengan tindak pidana perbankan/rizal saputra
[4] Adrian Sutedi,Hukum Perbankan,Sinar Grafika,Jakarta.2006.hal.17

[5] Ibid hal.18
[6] Henry Campbell Black, Black's Law Dictionary (Sixth Edition), St. Paul Minn. West Publishing Co., 1990, hal. 884
[7]www.google.com/Pengertian PPATK/yeti ganarsih
[8] www.kompas.com

No comments:

Post a Comment