Oleh
Heru Kuswanto, SH., MH[1]
ABSTRAK
Pencucian
uang atau money laundry adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan,
membelanjakan, menghibahkan,menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri,
menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan
atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta
kekayaan yang sah. Guna
mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang maka menurut Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang di bentuklah Pusat Pelaporan dan Analisis
Keuangan yang selanjutnya disebut PPATK. Lembaga ini merupakan lembaga
independen yang memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas
tindakan-tindakan yang dicurigai berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang.
Kata Kunci: Pencucian Uang, Pusat Pelaporan
Analisis Transaksi Keuangan
PENDAHULUAN
Latar
belakang
Sejak pemerintah
mengeluarkan aturan dalam bidang ekonomi salah satunya Undang Undang No.40
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,maka sejak itu pula dunia perbankan
mengalami perkembangan yang pesat. Persyaratan yang mudah menyebabkan setiap
orang bisa mendirikan perbankan. Dampak dari aturan dalam bidang perbankan di
samping memberikan keuntungan/kebaikan terdapat pula dampak negatif yaitu
perkembangan kejahatan ekonomi khususnya kejahatan perbankan,baik bank sebagai
korban maupun bank sebagai pelaku.
Terdapat perbedaan
penggunaan istilah misalnya kejahatan di bidang perbankan,kejahatan perbankan, kejahatan
terhadap perbankan dan tindak pidana perbankan. Kejahatan perbankan bisa
diartikan sebagai tindak pidana di bidang perbankan yang dalam pengertian ini
mencangkup segala perbuatan yang melanggar hukum yang ada kaitannya dengan
bisnis perbankan. Dalam pengertian ini pula tercakup bank sebagai pelaku dan
sebagai korban . Terhadap istilah seperti ini,banyak orang yang tidak
sependapat.Sebagian orang berpendapat sebagai kejahatan di bidang perbankan, kejahatan
perbankan, kejahatan terhadap perbankan dan tindak pidana perbankan.
Moch Anwar dalam bukunya “
Tindak Pidana bidang perbankan “ merumuskan tindak pidana perbankan sebagai
segala jenis perbuatan melangggar hukum yang berhubungan dengan
kegiatan-kegiatan dalam menjalankan usaha bank.[2]
Rumusan seperti ini menurut penulis kurang komprehennsif,karena masih banyak
kegiatan-kegiatan perbankan yang tidak ter-cover. Oleh karena itu,hendaknya
rumusan tindak pidana perbankan harus luwes yaitu segala perbuatan yang
bertentangan dengan aturan perundang-undangan dan kebiasaan-kebiasaan yang
berhubungan dengan dunia perbankan. Tindak pidana di bidang perbankan adalah
segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan dalam
menjalankan usaha bank, baik bank sebagai sasaran maupun bank sebagai sarana. Sedangkan
tindak pidana perbankan merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh bank.[3]
Kejahatan di bidang
perbankan adalah kejahatan apapun yang menyangkut perbankan.Misalnya pencucian
uang yang selanjutnya disebut money
laundering, seseorang merampok bank adalah kejahatan di bidang perbankan, jadi
pengertiannya sangat luas. Sedangkan kejahatan perbankan adalah bentuk
perbuatan yang telah diciptakan oleh undang-undang perbankan yang merupakan
larangan dan keharusan,misalnya larangan mendirikan bank gelap dan pembocoran
rahasia bank.
Perbedaan istilah ini
menyebabkan/berpengaruh terhadap penegakan hukum, kejahatan perbankan akan
ditindak melalui ketentuan pidana, sedangkan kejahatan di bidang perbankan
ditindak melalui undang-undang di luar undang- undang perbankan. Secara
sederhana bisa dirumuskan bahwa tindak pidana perbankan adalah jenis perbuatan
melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan menjalankan usaha bank,baik
baik sebagai sasaran maupun bank sebgai sarana,sedangkan tindak pidana
perbankan merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh bank.
Kecermatan menentukan suatu
perbuatan merupakan tindak pidana perbankan atau tindak pidana di bidang
perbankan perlu dilakukan.Hal ini mengingat dalam proses/hukum acara terjadi perbedaan antara satu dengan yang
lainnya.
Kegiatan
pencucian uang hampir selalu melibatkan perbankan karena adanya globalisasi
perbankan sehingga melalui sistem pembayaran terutama yang bersifat elektronik
(electronic funds transfer), dana
hasil kejahatan yang pada umumnya dalam jumlah besar akan mengalir atau bahkan
bergerak melampaui batas negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang
umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan. Demikian pula tidak hanya aspek hukum
yang terkait dari kejahatan ini, tetapi juga aspek non hukum lainnya seperti
ekonomi, politik, dan sosial budaya
Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan perseorangan maupun
perusahaan dalam batas wilayah negara maupun melintasi batas wilayah
negara lain semakin meningkat. Kejahatan dimaksud berupa perdagangan
minuman keras, judi, perdagangan gelap senjata, korupsi, penyelundupan.
Agar tidak mudah dilacak oleh penegak hukum mengenai asal-usul dana
kejahatan tsb, maka pelakunya tidak langsung menggunakan dana dimaksud
tapi diupayakan untuk menyamarkan/menyembunyikan asal usul dana tersebut
dengan cara tradisional, misalnya melalui kasino, pacuan kuda atau memasukkan
dana tersebut ke dalam sistem keuangan atau perbankan. Upaya
untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul dana yang diperoleh dari
tindak pidana dimaksud dikenal dengan money
laundering
Saat ini pelaku tindak kejahatan mempunyai banyak pilihan
mengenai di mana dan bagaimana mereka menginginkan uang hasil kejahatan
menjadi kelihatan ‘bersih’ dan ‘sah menurut hukum’. Perkembangan teknologi
perbankan internasional yang telah memberikan jalan bagi tumbuhnya
jaringan perbankan lokal/regional menjadi suatu lembaga keuangan global
telah memberikan kesempatan kepada pelaku money laundering untuk
memanfaatkan jaringan layanan tersebut yang berdampak uang hasil transaksi
ilegal menjadi legal dalam dunia bisnis di pasar keuangan internasional.
Saat ini kegiatan pencucian uang telah melewati batas juridiksi yang
menawarkan tingkat kerahasiaan yang tinggi atau menggunakan bermacam
mekanisme keuangan dimana uang dapat ‘bergerak’ melalui bank, money transmitters, kegiatan usaha
bahkan dapat dikirim ke luar negeri sehingga menjadi clean-laundered money.
Kejahatan
money laundering tidak hanya merupakan permasalahan di
bidang penegakan hukum, namun juga menyangkut ancaman keamanan nasional
dan internasional suatu negar. Sehubungan dengan hal tersebut upaya untuk
mencegah dan memberantas praktik pemutihan uang telah menjadi perhatian
internasional yang antara lain dilakukan dengan melakukan kerjasama
bilateral maupun multilateral
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian tindak pencucian uang menurut UU 25 tahun 2003 ?
2.
Apa
upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pencucian uang menurut UU 25 tahun
2003 ?
Metode
Penulisan
a.
Pendekatan
masalah
Penulisan ini
menggunakan pendekatan secara yuridis normatif, yang dilakukan dengan
mengindentifikasi permasalahan yang menjadi pokok bahasan kemudian dikaji
berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan menggunakan bahan hukum
b.
Sumber
bahan hukum
(1) Bahan hukum primer :
Bahan hukum yang bersifat
mengikat berupa peraturan perundang- undangan yang berlaku dan ada kaitannya
dengan permasalahannya yang dibahas yang meliputi antara lain :
i.
Undang
- Undang No.1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang - Undang Hukum Pidana;
ii.
Undang
- Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang ;
iii.
Undang
- Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan ;
iv.
Undang
– Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
v.
Undang
– Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ;
(2) Bahan hukum sekunder
Bahan hukum yang sifatnya
menjelaskan bahan hukum primer , dalam hal ini bahan hukum sekunder merupakan
bahan hukum yang berupa buku-buku literature , catatan kuliah , karya ilmiah
dan berbagai artikel-artikel yang berkaitan dengan permasalahan diatas baik
yang dimuat di media cetak maupun di situs-situs yang menampilkan penulisan
hukum pidana dan/ atau tentang perbankan khususnya kejahatan pencucian uang
dalam perbankan
PEMBAHASAN
A. TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG
1. .Pengertian tindak pidana pencucian uang
Istilah pencucian uang atau
money laudering telah di kenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat,yaitu ketika
Mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu strateginya
.Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau Laundromat yang ketika itu terkenal di
Amerika Serikat ,yaitu ketika Mafia membeli perusahaan pencucian pakaian ini
perkembang maju,dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti dari cabang
usaha lainnya ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini,seperti uang hasil
minuman keras illegal,hasil perjudian dan hasil usaha pelacuran.[4] Pada tahun 1980-an uang hasil kejahatan semakin
berkembang,dengan berkembangnya bisnis haram seperti perdagangan narkotik dan
obat bius yang mencapai miliarab rupiah sehingga kemudian muncul istilah narco
dollar,yang berasal dari uang haram perdagangan narkotika.[5]
Kejahatan pencucian uang ( money
laundering ) belakangan ini makin mendapat perhatian khusus dari berbagai
kalangan, yang bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga meregional dan
mengglobal melalui kerja sama antar negara-negara. Gerakan ini terpicu oleh
kenyataan di mana kini semakin maraknya kejahatan money laundering dari
waktu ke waktu, sementara kebenyakan negara belum menetapkan sistem hukumnya
untuk memerangi atau menetapkannya sebagai kejahatan yang harus diberantas.
Sebegitu besarnya dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap perekonomian
suatu negara, sehingga negara-negara di dunia dan organisasi internasional
merasa tergugah dan termotivasi untuk menarik perhatian yang lebih serius
terhadap pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang. Hal ini didorong
karena kejahatan money laundering mempengaruhi sistem perekonomian
khususnya menimbilkan dampak negatif baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Yang dimaksud dengan
pencucian uang atau money laundering di Indonesia, menurut Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang memberikan definisi
pencucian uang dalam Pasal 1 angka 1 yang berbunyi sebagai berikut:
“Pencucian Uang adalah
perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,
menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan, atau perbuatan
lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut dicurigai merupakan
hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal
usul Harta Kekayaan sehinnga seolah-olah menjadi Harta Kekayaan yang sah.”
Terdapat beberapa pengertian money laundering adalah
Black’s Law Dictionary mengartikan money laundering sebagai:
“Term used to describe investment or other transfer of money
flowing from racketeering, drug transaction, and other illegal sources into
legitimate channels so that its original source cannot be traced (istilah yang digunakan
untuk menggambarkan investasi atau pengalihan bentuk uang mengalir pemerasan,
transaksi narkoba, dan salah satu sumber yang ilegal ke saluran sah sehingga
sumber aslinya tidak dapat ditelusuri[6]”.
Konvensi PBB Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perdagangan Illegal Narkotika, Obat- obatan Berbahaya dan Psikotropika Tahun
1988 (the United Nations Convention Against Illicit Trafic in Narcotics, Drugs
and Psychotropic Substances of 1988) mengartikan money laundering adalah
“The convertion or transfer of property, knowing that such property is
derived from any serious (indictable) offence or offences, or from act
of participation in such offence or offences, for the purpose of concealing or
disguising the illicit of the property or of assisting any person who is
involved in the commission of such an offence or offences to evade the legal
consequences of his action; or The concealment or disguise of the true nature,
source, location, disposition, movement, rights with respect to, or ownership
of property, knowing that such property is derived from a serious (indictable)
offence or offences or from an act of participation in such an offence
or offences.“(
Konversi atau pengalihan harta, mengetahui bahwa kekayaan tersebut berasal dari
serius (dpt dituduh) pelanggaran atau pelanggaran, atau dari tindakan
partisipasi dalam tindak pidana atau pelanggaran, untuk tujuan menyembunyikan
atau menyamarkan kekayaan yang tidak sah atau membantu apapun orang yang terlibat dalam komisi seperti suatu
pelanggaran atau pelanggaran untuk menghindari konsekuensi hukum dari
tindakannya, atau penyembunyian atau penyamaran yang sifat benar, sumber,
lokasi, sifat, gerakan, hak-hak yang berkaitan dengan, atau kepemilikan
properti, mengetahui bahwa kekayaan tersebut berasal dari seorang yang
serius (dpt dituduh) pelanggaran atau pelanggaran atau dari suatu tindakan
seperti partisipasi dalam suatu tindak pidana atau pelanggaran.)
Pengertian
money laundering telah banyak dikemukakan oleh para ahli hukum. Menurut Welling,
money laundering adalah:
“money
laundering is the process by wich one counceals the existence, illegal source,
or illegal applicaton of income, and tahan disguises that income to make it
appear legitimate (pencucian
uang adalah proses yang satu counceals keberadaan, sumber ilegal, atau ilegal
applicaton pendapatan, dan tahan penyamaran bahwa pendapatan untuk membuatnya
tampak sah)”.
Pamela H. Bucy dalam bukunya yang berjudul
White Collar Crime: Cases and Marerial, definisi money laundering diberikan
sebagai berikut:
“money laundering is the
concealment of existence, nature of illegal source of illicit fund in such a
manner that the funds will appear legitimate if discovered 14 (pencucian uang adalah
penyembunyian keberadaan, sifat ilegal sumber dana ilegal sedemikian rupa
sehingga dana akan muncul sah jika ditemukan)”
Dari
beberapa definisi penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan pencucian uang,
dapat disimpulkan bahwa pencucian uang adalah kegiatan-kegiatan yang merupakan
proses yang dilakukan oleh seorang atau organisasi kejahatan terhadap uang
haram, yaitu uang yang berasal dari tindak kejahatan, dengan maksud
menyembunyikan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang
berwenang melakukan penindakan terhadap tindak kejahatan dengan cara terutama
memasukkan uang tersebut ke dalam system keuangan (financial system) sehingga
apabila uang tersebut kemudian dikeluarkan dari system keuangan itu, maka uang
tersebut telah berubah menjadi sah.
Secara
umum pencucian uang merupakan metode untuk menyembunyikan, memindahkan, dan
menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi kejahatan,
kejatan ekonomi, korupsi, perdagangan narkotik, dan kegiatan-kegiatan lainnya
yang merupakan aktivitas kejahan. Pencucian uang pada intinya melibatkan aset
(pendapatan/kekayaan) yang disamarkan sehinga dapat dipergunakan tanpa
terdeteksi bahwa asset tersebut berasal dari kegiatan yang legal. Melalui money
laundering pendapatan atau kekayaan yang berasal dari kegiatan yang melawan
hukum diubah menjadi aset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber yang
sah/legal.
Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian tindak pidana pencucian
uang diperluas tidak hanya kepada para pelaku langsung, tetapi juga mencakup
pihak-pihak yang membantu terjadinya kejahatan pencucian uang. Masuk dalam
kategori ini misalnya seseorang yang membantu orang lain untuk menyembunyikan
sebuah rumah yang diketahuinya atau patut diketahuinya dibeli dengan
menggunakan uang hasil korupsi, Undang-undang No. 15 Tahun
2002 di dalam Pasal 3 ayat (2) bahkan memasukkan unsur percobaan, pembantuan,
atau permufakatan melakukan tindak pidana pencucian uang sebagai tindak pidana
yang diancam pidana penjara dan pidana denda.
Sebagaimana
diketahui, pemanfaatan bank dalam kejahatan pencucian uang dapat berupa:
a. menyimpan uang hasil tindak pidana dengan nama palsu;
b. menyimpan uang di bank dalam bentuk
deposito/tabunganlrekening/giro;
c. menukar pecahan uang hasil
kejahatan dengan pecahan lainnya yang lebih besar atau kecil;
d. bank yang bersangkutan
dapat diminta untuk memberikan kredit kepada nasabah pemilik simpanan dengan
jaminan uang yang disimpan pada bank yang bersangkutan;
e. menggunakan fasilitas transfer atau EFT (Electronic Fund
Transfer);
f. melakukan transaksi
ekspor impor fiktif dengan menggunakan sarana Lie dengan memalsukan
dokumen-dokumen yang dilakukan bekerja sarna dengan oknum pejabat terkait; dan
g. pendirian/pemanfaatan bank gelap
B.Proses Pencucian uang ( Money Laundryng )
Namun demikian, non-bank financial institution juga
merupakan target yang tak kalah menarik bagi para pelaku pencucian uang.
Kenyataan menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir para pelaku pencucian
uang telah membuat langkah terobosan dengan mempergunakan lembaga keuangan non
bank sebagai sarana pencucian uang. Placement merupakan metode yang paling
banyak digunakan oleh para pelaku dalam hubungan dengan lembaga keuangan non
bank. Perusahaan asuransi misalnya dapat dimanfaatkan melalui pembelian
asuransi jiwa yang merupakan suatu tahapan melakukan placement dan
sekaligus memuat unsur layering dan integration. Pengiriman uang
melalui perusahaan pengiriman uang (money transfer), placement pada
lembaga pembiayaan dan venture capital serta pelunasan pinjaman pada
perusahaan sewa guna usaha (leasing) merupakan modus-modus yang dapat
digunakan oleh para pelaku pencucian uang dengan menggunakan non-bank
financial institution.
Secara
sederhana, proses pencucian uang dapat dikelompokkan pada tiga kegiatan, yakni
placement, layering dan integration
a.
Tahap placement
Tahap ini merupakan menempatakan dana yang dihasilkan dari suatu
aktivitas kriminal,misalnya dengan mendepositkan uang kotor tersebut ke dalam
sistem keuangan.sejumlah uang yang ditempatkan dalam suatu bank,akan kemudian
uang tersebut masuk ke dalam system keuangan negara yang bersangkutan.Jadi
misalnya melalui penyeludupan,ada penempatan dari uang tunai dari suatu negara
ke negara lain,menggabungkan antara uang tunai yang bersifat illegal itu dengan
uang yang diperoleh secara legal.Variasi lain dengan menempatakan uang giral ke
dalam deposito bank,ke dalam saham,mengkonversi dan menstranfer ke dalam valuta
asing. Bentuk kegiatan ini antara lain sebagai berikut :
1.
Menempatkan dana pada bank.
2.
Menyetorkan uang pada bank pada bank sebagai pembayaran kredit
untuk mengaburkan audit trail.
3.
Menyeludupkan uang tunai dari suatu negara ke negara lain.
4.
Membiayai suatu usaha yang seolah-olah sah sehingga mengubah kas
menjadi kredit pembiayaan.
5.
Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk
keperluan pribadi,membelikan hadiah yang nilainya tinggi / mahal sebagai
penghargaan / hadiah kepada pihak lain yang pembayarannya dilakukan melalui
bank atau perusahaaan jasa keuangan lain.
b.
Tahap layering
Tahap kedua ini ialah dengan cara pelapisan(layering). Berbagai
cara dapat dilakukan melalui tahap pelapisan ini yang tujuannya menghilangkan
jejak,baik cirri-ciri aslinya atau asal usul dari uang tersebut.Misalnya
melakukan transfer dana dari beberapa rekening ke lokasi lainnya atau dari
suatu negara ke negara lain dan dapat dilakukan beberapa kali,memecah-mecah
jumlah dananya di bank dengan maksud mengaburkan asal usulnya,menstranfer dalam
bentuk valuta asing,membeli saham,melakukan transaksi derivative,dan
lain-lain.Seringkali pula terjadi bahwa si penyimpan dana tersebut bukan justru
si pemilik sebenarnya dan si penyimpan dana itu sudah merupakan lapis-lapis
yang jauh,karena sudah diupayakan berkali-kali simpan menyimpan sebelumnya.
Bisa juga cara ini di lakukan misalnya si pemilik uang kotor
meminta kredit di bank dan dengan uang kotornya dipakai untuk membiayai suatu
kegiatan usaha secara legal.Dengan melakukan cara seperti ini,maka kelihatannya
bahwa kegiatan usahanya yang secara legal tersebut tidak merupakan hasil dari
uang kotor itu melainkan dari perolehan kredit bank tadi.
Bentuk kegiatan ini antara lain ;
1.
Transfer dana dari suatu bank ke bank lain
2.
Penggunaan simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung transaksi
yang sah
3.
Memindahkan uang tunai lintas batas Negara melalui jaringan
kegiatan usaha yang sah.
c.
Tahap integration
Tahap ini merupakan tahap menyatukan kembali uang-uang kotor
tersebut setelah melalui tahap-tahap placement atau layering di atas,yang untuk
selanjutnya uang tersebut dipergunakan dalam berbagai kegiatan-kegiatan
legal.Dengan cara ini akan tampak bahwa aktivitas yang dilakukan sekarang tidak
berkaitan dengan kegiatan-kegiatan illegal sebelumnya,dan tahap inilah kemudian
uang kotor itu tercuci.
Dalam Undang - Undang TPPU pengertian tindak pidana pencucian uang
diatur dalam pasal 3 dan pasal 6.Pasal3 menyebutkan, bahwa barang siapa yang
dengan sengaja menempatkan, mentransfer, membayarkan atau membelanjakan,menghibahkan
atau menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan,
menyembunyikan asal-usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang
dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama lima belas
tahun dan denda. paling sedikit lima miliar rupiah dan paling banyak lima belas
miliar rupiah.Sementara itu Pasal 6 Undang-undang yang sarna mengatur, bahwa
setiap orang yang menerima atau menguasai:penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan dan penukaran harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana
dengan dengan hukuman yang sarna seperti diatur dalam Pasal 3.
B. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG
1. Upaya Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Menurut Undang- Undang no.25
tahun 2003
Guna mencegah terjadinya tindak pidana
pencucian uang maka menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang
selanjutnya disebut TPPU di bentuklah Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan yang
selanjutnya disebut PPATK. Lembaga ini merupakan lembaga independen yang
memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas tindakan-tindakan
yang dicurigai berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang.
Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau The
Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) dibentuk
dengan kewenangan untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan
pencucian uang sekaligus membangun rezim anti pencucian uang di Indonesia.[7]
Dengan ini maka pemberantasan
tindak pidana sudah beralih orientasinya dari “menindak pelakunya” kearah
menyita “hasil tindak pidana”; Dengan dinyatakan money laundering sebagai tindak pidana dan
dengan adanya sistem pelaporan transaksi dalam jumlah tertentu dan transaksi
yang mencurigakan, maka hal ini lebih memudahkan bagi para penegak hukum untuk
menyelidiki kasus pidana sampai kepada tokoh-tokoh yang ada dibelakangnya.[8]
Menurut Pasal 26 Undang-Undang No.25
Tahun 2003,fungsi Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya
disebut PPATK mempunyai tugas sebagai
berikut :
a.
Mengumpulkan
, menyimpan , menganalisis , mengevaluasi,informasi yang diperoleh PPATK sesuai
dengan dengan Undang – Undang ini;
b.
Memantau
catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh Penyedia Jasa keuangan;
c.
Membuat
pedoman mengenai tata cara pelaporan transaksi keuangan mencurigakan;
d.
memberikan
nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang
diperoleh PPATK sesuai dengan ketentuan dalam Undang – Undang ini;
e.
membuat
pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa keuangan tentang kewajibannya yang
ditentukannya dalam Undang – Undang ini atau dengan peraturan perundang-
undangan lain,dan membantu dalam mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan;
f.
memberikan
rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya – upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
g.
melaporkan
hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang
kepada Kepolisian dan Kejaksaan;
h.
membuat
dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan
lainnya secara berkala 6 ( enam ) bulan sekali kepada Presiden,Dewan perwakilan
rakyat,lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa
Keuangan;
i.
memberikan
informasi kepada public tentang kinerja kelembagaan sepanjang pemberian
informasi tersebut tidak bertentangan dengan Undang – undang ini.
Wewenang PPATK, yaitu:
Meminta dan menerima laporan dari Penyedia Jasa Keuangan; Meminta informasi
mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana
pencucian uang yang telah dilaporkan oleh penyidik atau penuntut umum;
Melakukan audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan mengenai kepatuhan, kewajiban
sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang dan terhadap pedoman pelaporan
mengenai transaksi keuangan; Memberikan pengecualian kewajiban
pelaporanmengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai. Pesatnya
kemajuan teknologi dan arus globalisasi di sektor perbankan membuat industri
ini menjadi lahan empuk bagi para pelaku kejahatan pencucian uang. Pelaku
kejahatan dapat memanfaatkan bank untuk kegiatan pencucian uang.
Sesuai Pasal 26 Undang –
Undang TPPU, tugas PPATK antara lain: mengumpulkan, menyimpan, menganalisis,
dan mengevaluasi informasi yang diperoleh, membuat pedoman mengenai tata cara
pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan, memberikan nasihat dan bantuan
kepada instansi lain yang berwenang mengenai informasi yang diperoleh sesaui
ketentuan Undang - Undang, memberikan rekomendasi kepada Pemerintah sehubungan
dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, melaporkan
hasil analisis terhadap transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana
pencucian uang kepada Kepolisian untuk kepentingan penyidikan dan Kejaksaan
untuk kepentingan penuntutan dan pengawasan, membuat dan menyampaikan laporan
mengenai analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala kepada
Presiden, DPR dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan bagi
Penyedia Jasa Keuangan yang selanjutnya disebut PJK.
Sedangkan kewenangan PPATK sesuai Pasal 27 antara lain:
meminta dan menerima laporan dari PJK, meminta informasi mengenai perkembangan
penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pencuian uang yang telah
dilaporkan kepada penyidik atau penunut umum.
Dari tugas dan kewenangan yang diamanatkan oleh Undang –
Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, maka PPATK setidaknya memiliki 5 fungsi
yaitu intelijen keuangan, regulator, koordinator, mediator dan pembantuan dalam
penegakan hukum sebagai berikut :
a. PPATK
sebagai intelijen keuangan.
Sebagai intelijen keuangan, PPATK melakukan kegiatan :
1)
Pengumpulan
data (Data Collection) yaitu pengumpulan berbagai informasi dari
segala sumber baik dari aparat penegak hukum, PJK maupun individual, seperti :
laporan yang diwajibkan oleh UU TPPU kepada PJK dan Ditjend Bea dan Cukai;
informasi dari regulator; hasil penyelidikan dan penyidikan pihak Kepolisian;
informasi dari kantor imigrasi; dan hasil permintaan informasi dari pihak lain.
2)
Evaluasi
data (data evaluation) yaitu melakukan penyaringan data atau informasi yang
diterimaagar proses analisis dapat dilakukan dengan lebih baik dan pada
gilirannya dapat dihasilkan suatu kesimpulan yang relatif tepat.
3)
Penyimpanan
(collation) yaitu kegiatan penyimpanan secara aman dan rapi terhadap
informasi benar-benar relevan melalui system peng-index-an dan cross
referenced.
4)
Analysis adalah proses penggabungan dan
pengkajian atas semua informasi yang dimiliki sehingga nantinya dapat membentuk
suatu pola atau arti tersendiri. Berdasarkan pola tersebut dapat dibuat suatu
hipotesa atau beberapa hipotesa yang tentunya masih perlu dilakukan pengujian atas
hipotesa tersebut. Dalam melakukan kegiatan analisis ini, dapat digunakan suatu
analytical tools & techniques seperti link charting, event
charting, flow charting, activity charting, dan data correlation
5)
Dissemination
of Intelligence yaitu
penyampaian hasil analisis (kesimpulan / ramalan / perkiraan) yang didapat dari
ke-empat proses di atas kepada pihak-pihak yang membutuhkan seperti aparat
penegak hukum, regulator atau pihak lainnya. Penyampaian informasi intelijen
kepada pihak lain harus memperhatikan ketentuan “3 C’s” yaitu clear, concise
and clock. Berkaitan dengan tugas ini, PPATK telah menyerahkan 411
kasus ke penegak hukum (406 kasus ke Polri, 5 kasus ke Kejaksaan).
6)
Re-evaluation adalah proses review yang
dilakukan secara berkesinambungan atas seluruh proses intelijen yang dilakukan.
Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi setiap kelemahan/kekurangan yang ada
dalam setiap tahapan proses intelijen. Dengan demikian kelemahan yang ada
tersebut dapat segera ditanggulangi.
b. PPATK dalam kewenangan
mengeluarkan pengaturan.untuk membantu PJK dalam mengidentifikasi transaksi
keuangan mencurigakan dan melaporkannya kepada PPATK, PPATK telah menerbitkan
Keputusan Kepala PPATK yang berisi pedoman bagi penyedia jasa keuangan. No.
2/4/KEP.PPATK/2003 Tentang Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan
Bagi Penyedia Jasa Keuangan, tanggal 15 Oktober 2003. Pedoman ini berlaku bagi
PJK berbentuk bank umum, Bank Perkreditan Rakyat, perusahaan efek, pengelola
reksa dana, bank kustodian, perusahaan perasuransian, dana pensiun, dan lembaga
pembiayaan. Pedoman ini dikeluarkan dalam rangka memberikan pemahaman dan acuan
kepada PJK tentang bagaimana melakukan identifikasi transaksi keuangan
mencurigakan dengan tepat, untuk menghasilkan laporan LTKM yang berkualitas.
PPATK juga telah mengeluarkan Keputusan Kepala PPATK No.
2/6/KEP.PPATK/2003 Tentang Pedoman Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan Bagi Penyedia Jasa Keuangan, tanggal 15 Oktober 2003. Pedoman ini
berlaku bagi PJK bank umum, BPR, perusahaan efek, pengelola reksa dana, bank
kustodian, perusahaan perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan.
Pedoman ini diperlukan agar penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan
oleh PJK dapat dilakukan secara tepat, benar dan dapat dipertanggungjawabkan,
mengingat laporan tersebut merupakan salah satu sumber informasi utama yang
diperlukan dalam pelaksanaan tugas PPATK.
Kedua pedoman di atas melengkapi Keputusan Kepala PPATK No.
2/1/KEP.PPATK/2003 Tentang Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang Bagi Penyedia Jasa Keuangan, tanggal 9 Mei 2003, yang
berlaku bagi seluruh PJK. Tujuan pedoman umum ini adalah untuk memberikan
gambaran umum mengenai rezim anti pencucian uang yang dapat digunakan sebagai acuan
bagi PJK untuk membantu mendeteksi kegiatan pencucian uang.
Selain itu juga untuk memberikan pemahaman yang sama kepada setiap PJK
atau pihak lain yang terkait dalam penanganan tindak pidana pencucian uang. Di
samping itu, ketentuan lain yang telah dikeluarkan oleh PPATK, yaitu :
- Keputusan Kepala PPATK
No. 2/5/KEP.PPATK/2003 tentang Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan Bagi PJK (Pedoman III)
- Keputusan Kepala
PPATK No. 2/5/KEP.PPATK/2003 tentang Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan Bagi PJK (Pedoman III)
- Keputusan Kepala
PPATK No. 2/7/KEP.PPATK/2003 tentang Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan Bagi PVA dan UJPU (Pedoman IIIA)
- Keputusan
Kepala PPATK No. 3/1/KEP.PPATK/2004 tentang Pedoman Laporan Transaksi Tunai dan
Tata Cara Pelaporannya Bagi PJK (Pedoman IV)
- Keputusan
Kepala PPATK No. 3/9/KEP.PPATK/2004 tentang Transaksi Keuangan Tunai Yang
Dikecualikan Dari Kewajiban Laporan.
c. Mediator
antara sektor lembaga keuangan dan penegakan hukum.
d. Pembantuan
(assistancy) dalam penegakan hukum
PPATK senantiasa memberikan bantuan dalam upaya penegakan
hukum terkait dengan tindak pidana berdimensi ekonomi melalui pemberian
informasi transaksi keuangan. Di samping itu, PPATK sering pula dimintai
keterangannya sebagai ahli dalam kasus tindak pidana pencucian uang.
e. Pengawasan
kepatuhan
Dalam rangka meningkatkan efektifitas pelaksanaan
pelaporan, sejak Juli 2005 sd. Juni 2006 telah dilakukan audit kepada 28
kantor bank di beberapa daerah seperti Jakarta, Surabaya, Lampung, Mataram,
Kupang, Medan, Palembang, Manado, Padang, Makasar, Ambon, Balikpapan, dan
Pontianak. Audit juga dilakukan terhadap 23 Penyedia Jasa Keuangan berbentuk
non-bank.
B.Penegakan
hukum tindak pidana pencucian uang
Undang – Undang tindak pidana pecucian uang menetapkan
perbuatan-perbuatan yang tergolong tindak pidana pencucian uang adalah
a.
Perbuatan
yang dengan sengaja menempatkan, mentransfer, membayarkan atau membelanjakan,
menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan
atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan
asal-usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana (Pasal 3 ayat 1)
b.
Perbuatan
percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana
pencucian uang (Pasal 3 ayat 2).
c.
Perbuatan
menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,
sumbangan, penitipan, penukaran harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana (Pasal 6 ayat 1).Tindak pidana lainnya
yang berkaitan dengan pencucian uang dengan pemberian sanksi pidana dalam UU
TPPU adalah :
1.
Penyedia
Jasa Keuangan yang dengan sengaja tidak menyampaikan laporan yang diwajibkan
dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak
Rp1.000 juta (Pasal 8).
2.
Setiap
orang yang tidak melaporkan pembawaan uang tunai dalam rupiah sejumlah Rp100
juta atau lebih atau mata uang asing yang nilainya setara yang dibawa ke dalam
atau ke luar wilayah negara Republik Indonesia (Pasal 9).
3.
PPATK,
penyidik, saksi, penuntut umum, hakim atau orang lain yang terkait dengan
perkara tindak pidana pencucian uang yang sedang diperiksa, melanggar larangan
menyebut identitas pelapor (Pasal 10).
4.
Direksi,
pejabat, atau pegawai penyedia jasa keuangan yang memberitahukan kepada
pengguna jasa keuangan atau orang lain baik langsung atau tidak langsung
mengenai laporan transaksi keuangan mencurigakan yang sedang disusun atau telah
disampaikan kepada PPATK, dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling
lama 5 tahun serta denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp1.000
juta (Pasal 17A)
5.
Pejabat
atau pegawai PPATK atau penyelidik/penyidik, penuntut umum, hakim dan siapapun
juga yang membocorkan informasi yang diwajibkan oleh UU TPPU karena
melaksanakan tugasnya, apabila sengaja dipidana penjaran 5 sampai dengan 15
tahun dan jika tidak sengaja dipidana penjara 1 sampai dengan 3 tahun (Pasal
10A).
Undang – Undang tindak pidana pencucian uang telah
mengatur adanya perlindungan bagi perusahaan jasa keuangan.perlindungan
tersebut adalah :
1)
Perusahaan
jasa keuangan tidak terkena sanksi rahasia bank (Pasal 47 ayat 2 UU Perbankan)
dalam hal :
a.
Melaksanaan
kewajiban pelaporan kepada PPATK sebagaimana diatur dalam Pasal 13 (Pasal
14)
b.
Memberikan
informasi dan segala keterangan kepada PPATK dlm rangka audit (Pasal 27 ayat 3)
c.
Memberikan keterangan rahasia bank kepada
penyidik, penuntut umum dan hakim (Pasal 33 ayat 2)
2)
Perusahaan
Jasa Keuangan, pejabat, serta pegawainya tidak dapat dituntut baik secara
perdata dan pidana atas pelaksanaan kewajiban pelaporan (Pasal 15 dan Pasal 43)
3)
Pihak
pelapor diberikan perlindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang
membahayakan diri, jiwa, dan atau hartanya termasuk keluarganya (Pasal 40 ayat
1)
4)
Dalam
praktek, perlindungan bisa berasal dari Perusahaan Jasa Keuangan itu sendiri
terkait dengan pembocoran informasi atas laporan transaksi keuangan
mencurigakan yang sedang disusun atau sudah dilaporkan kepada PPATK ( Pasal
17A). Di samping itu, untuk memberikan perlindungan (back up) sehingga
nasabah terlapor tidak mengetahui bahwa transaksinya telah dilaporkan kepada
PPATK adalah terdapat ketentuan bahwa pejabat atau pegawai PPATK, Penyidik,
Penuntut Umum dan Hakim wajib merahasiakan dokumen dan keterangan yang
diperoleh (Pasal 10A ayat 1), sumber keterangan dan laporan transaksi keuangan
wajib dirahasiakan dalam persidangan (Pasal 10 A ayat 2) dan kewajiban bagi
hakim untuk mengingatkan kepada semua pihak agar tidak mengungkap identitas
pelapor (Pasal 41). Lebih dari itu, perlindungan juga bisa muncul karena proses
penegakan hokum pencucian itu sendiri, yaitu bahwa laporan transaksi keuangan
yang disampaikan perusahaan jasa keuangan, oleh PPATK tidak diteruskan kepada
siapapun, Berita Acara pemeriksaan oleh penyidik atas dugaan tindak pidana
pencucian uang atas dasar temuan penyidik yang bersangkutan (bukan atas dasar
hasil analisis PPATK atau laporan perusahaan jasa keuangan), dan pada umumnya,
kasus pencucian uang melibatkan beberapa perusahaan jasa keuangan dan lembaga
lain baik di dalam maupun di luar
negeri
Untuk lebih menguatkan upaya perlindungan di atas,
Kapolri telah mengeluarkan peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Kapolri
No.Pol.: 17 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemberian Perlindungan Khusus Terhadap
Pelapor dan Saksi Dalam TPPU. Dalam ketentuan ini, antara lain diatur bahwa
pemberi Perlindungan Khusus adalah Aparat Kepolisian Negara Republik
Indonesia, sedangkan pemohon/penerima Perlindungan Khusus : Pelapor, Saksi,
PPATK, Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim. Lebih lanjut dijelaskan bahwa :
Pelapor adalah : (a) Reporting Parties/Pihak Pelapor/PJK dan (b) setiap orang
yang melaporkan dugaan terjadinya TPPU; saksi adalah orang yg memberi
keterangan dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang perkara TPPU yg
didengar, dilihat dan atau dialami sendiri; dan Keluarga adalah keluarga inti
(suami/istri dan anak dari pelapor dan saksi). Sedangka yang dilindungi adalah
: keamanan pribadi dari ancaman fisik atau mental; harta benda; perahasiaan dan
penyamaran identitas; dan pemberian keterangan tanpa bertatap muka
(konfrontasi) dengan tersangka atau terdakwa.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Pencucian uang atau money
laundry adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan,
menghibahkan,menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan atau
perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga
merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta
kekayaan yang sah.
2. Guna mencegah terjadinya
tindak pidana pencucian uang maka menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang yang selanjutnya disebut TPPU di bentuklah Pusat Pelaporan dan
Analisis Keuangan yang selanjutnya disebut PPATK. Lembaga ini merupakan lembaga
independen yang memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas
tindakan-tindakan yang dicurigai berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang.
B. Saran
1. Upaya pencegahan dilakukan
baik di tiap negara ( secara domestik ) maupun secara internasional. Namun inti
dari langkah pencegahan baik secara domestik dan internasional adalah sama,
yaitu memperketat aliran dana yang masuk maupun keluar dari suatu negara.
Seperti yang dilakukan bank yang mulai memperketat asal usul dana yang akan di
simpan oleh nasabah. Selain itu, dengan adanya
United Nations Convention AgainstIllicit Traffic in Narcotic Drugs and
Psychotropic Substances atau yang lebih dikenal UN Drugs Convention, diharapkan dapat meningkatkan kerjasama antar
negara dan meningkatkan komitmen untuk memberantas money laundry.
2.
Upaya
untuk mencegah terjadinya pencucian uang di Indonesia, dibutuhkan partisipasi
dan dukungan masyarakat. Sekalipun ada ketentuan tentang anti pencucian uang,
tidak ada yang perlu dikhawatirkan untuk menyimpan uang di bank. Jika uang Anda
bersih, kenapa harus risih?
DAFTAR BACAAN
Adrian Sutedi,Hukum Perbankan,Sinar Grafika,Jakarta.2006.
Henry
Campbell Black, Black's Law Dictionary (Sixth Edition), St. Paul Minn. West
Undang - Undang No.1 Tahun 1946
tentang Kitab Undang - Undang Hukum Pidana;
Undang - Undang No.15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang ;
Undang - Undang No.7 Tahun 1992
tentang Perbankan ;
Undang – Undang No.23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia
Undang – Undang No.8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana
www.google.com/pengertian tindak pidana perbankan
www.google.com/perbedaan
tindak pidana di bidang perbankan dengan tindak pidana perbankan/rizal saputra/
Publishing Co., 1990, www.google.com/Pengertian
PPATK/yeti ganarsih/17 juli 2010
www.kompas.com
[1] Dosen Fakultas Hukum
Universitas Narotama Surabaya
[2] www.google.com/pengertian tindak
pidana perbankan
[3] www.google.com/perbedaan
tindak pidana di bidang perbankan dengan tindak pidana perbankan/rizal saputra
[4] Adrian
Sutedi,Hukum Perbankan,Sinar Grafika,Jakarta.2006.hal.17
[5] Ibid hal.18
[6] Henry
Campbell Black, Black's Law Dictionary (Sixth Edition), St. Paul Minn. West
Publishing Co., 1990, hal. 884
[7]www.google.com/Pengertian PPATK/yeti
ganarsih
[8]
www.kompas.com
No comments:
Post a Comment